Catatan | Ingot Simangunsong
MAHKAMAH KONSTITUSI Republik Indonesia (MKRI) telah memutuskan sistem Pemilu 2024 adalah PROPORSIONAL TERBUKA, Kamis (15/06/2023).
Yang ditusuk di bilik suara, adalah gambar calon legislatif (caleg) menuju DPR-RI, provinsi, kabupaten dan kota. Itu utamanya. Boleh juga gambar partai politiknya.
Dengan sistem tersebut, para caleg – disadari atau tersadar – telah dimasukkan dalam arena PERTARUNGAN BEBAS, yang terbuka, bahkan sangat terbuka.
27 Juni Syahrul Yasin Limpo diperiksa terkait DUGAAN KORUPSI di Kementan
Di PERTARUNGAN BEBAS, tentu yang sangat dibutuhkan para caleg, di samping ketahanan fisik, strategi tingkatan ilmu (berpolitik) yang dimiliki, kepercayaan diri, dan ketahanan amunisi cost politic (yang sangat-sangat dibutuhkan).
Belum masuk di dalamnya, kemampuan berbuat curang atau menghalalkan berbagai cara untuk memenangkan pertarungan, yang salah satunya cukup familiar, disebut money politic.
Ketakutan politik
MENJAGA dan merawat komunikasi dengan konstituen, yang selama ini terabaikan dan dianggap tidak sexy, di tahun pesta demokrasi ini, berubah menjadi “ketakutan politik” bagi sebagian dari pemain lama, untuk menuju pemilihan legislatif.
“Ketakutan politik” tidak lagi mendapat perhatian dan tempat di hati para calon pemilih, tercover dari sikap para konstituen yang menyuarakan ketidakterbukaan pemain lama dalam memikirkan daerah pemilihannya. Suara-suara “sumbang” tersebut, sudah singgah dan menyandar di daun telinga para pemain lama yang tidak konsisten memikirkan daerah pemilihannya.
Kemudian, hal lain yang menimbulkan “ketakutan politik” bagi pemain lama, adalah hadirnya para pemain baru, yang dipersiapkan partai politik, untuk bertarung di “medan tarung” yang terbuka.
Tidak sekadar menjadi “petarung”, para pemain baru tersebut, selain kredibel, memiliki komunikasi yang kuat di daerah pemilihan, juga dibentengi dengan finansial yang wah. Karena, cost politic atau amunisi politik, menjadi kelengkapan yang tidak dapat diabaikan.
Marlon Brando Nadeak: “Perawatan durian MUSANG KING tidak bisa sembarangan, harus ada penyuluhan”
Pengawasan yang berkeadilan
Karena sudah diputuskan untuk tetap di sistem PROPORSIONAL TERBUKA, tentu diharapkan adanya pengawasan yang berkeadilan dari penyelenggara pesta demokrasi, terkhusus yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga ke tingkat pelaksanaan di tempat pemungutan suara (TPS).
PERTARUNGAN BEBAS terbuka ini, menjadi sangat penting dilakukan pengawasan, karena pengalaman dalam beberapa kali terselenggaranya pesta demokrasi dengan sistem PROPORSIONAL TERBUKA, diwarnai dengan apa yang disebut money politic atau politik uang.
Money politic, yang juga familiar disebut-sebut “serangan fajar”, menjadi daya tarik bagi para pemilih hak suara yang akan ditetapkan di TPS.
Walau pun, di setiap pelaksanaan pesta demokrasi, keluar jargon-jargon “penolakan terhadap money politic”, tetap saja gerakan itu berjalan. Kemudian, memunculkan istilah “menunggu di hari H saja.”
Bagi caleg yang tampil dengan amunisi cost politic yang sangat terukur, PERTARUNGAN BEBAS di PROPORSIONAL TERBUKA, akan menjadi tantangan sekaligus “menakutkan”. Sosialisasi saja tidak cukup, jika tidak dibarengi cost politic atau biaya politik.
Itu nonsen. Karena, tidak ada istilah “makan siang gratis” di perpolitikan, apalagi di arena PERTARUNGAN BEBAS. Itu sebabnya, peranan Bawaslu (khususnya), sangat diharapkan untuk memperkuat fungsi pengawasan, agar fair play.
Rekam jejak calon legislatif
Satu hal yang patut diingatkan kepada para pemilik suara di pesta demokrasi Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, adalah mencermati rekam jejak para calon legislatif, baik itu pemain lama mau pun pemain baru.
Rekam jejak tersebut, dapat dilihat atau diamati para pemilih melalui rasa peduli calon legislatif pemain lama mau pun pemain baru, terhadap konstituen di daerah pemilihannya. Apa dan bagaimana, para calon “memperlakukan” konstituen dan daerah pemilihannya.
Tentu, ada beberapa faktor utama, yang membutuhkan perhatian – sebagai rekam jejak – yaitu, di sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan peningkatan kesejahteraan konstituen di daerah pemilihannya.
Sudarno: “Tahun 2016 jalan utama dibeton, kemudian ditetapkan jadi jalan kabupaten”
Kenapa hal tersebut menjadi sangat penting? Ya, agar keputusan Mahkamah Konstitusi, yang lebih mendukung sistem proporsional terbuka karena lebih mendukung iklim demokrasi di Tanah Air, benar-benar terwujud.
Sistem proporsional dengan daftar terbuka yang dinilai lebih demokratis tersebut, harus berbanding sama dengan terwujudnya Pemilu 2024 yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Agar tidak mengemuka kembali, keinginan merubah sistem, tetapi dengan pengalaman yang sudah dijalani, yang harus dilakukan ke depan adalah penyempurnaan sistem, dengan regulasi yang dipatuhi bersama.
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi segaris.co