Catatan | Ingot Simangunsong
PENYUSURAN pertama setahun umur sebaran bibit durian “MUSANG KING” yang dimulai dari Nagori Dolok Simbolon, Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun, menggambarkan bahwa proyek tersebut akan menjadi “proyek mubazir” di tigaratusan lebih nagori.
Di Nagori Dolok Simbolon, dari 300-an kepala keluarga (KK) yang ada, hanya puluhan KK penerima 90 bibit durian “MUSANG KING”, karena dari 150 bibit tanaman yang dibagi dengan alokasi anggaran dana desa (ADD), ternyata 60 lainnya adalah bibit pohon Alpukat.
Artinya, tidak sesuai dengan ekspose bahwa yang dibagikan, hanyalah bibit durian “MUSANG KING.”
Kemudian, warga yang menerima bibit, tidak mengetahui (karena tidak ada pemberitahuan atau penjelasan yang detil) bahwa bibit durian yang mereka terima, bernama “MUSANG KING”, yang memiliki kualitas buah bernilai tinggi, dengan harga jual mahal.
Durian “Warisan” dan “Musang King” yang dipandang sebelah mata
Sudahlah tidak tahu namanya, warga penerima bibit, juga tidak diberikan penyuluhan terkait bagaimana pola tanam, dan perawatannya, agar durian yang katanya ‘MUSANG KING” itu, dapat bertumbuh dengan baik.
Yakhhh, warga hanya bertindak sebagai penerima, dan kemudian menanamkan bibit durian yang katanya “MUSANG KING”, di halaman depan atau belakang rumah mereka.
Hanya satu-dua bibit pohon
Setiap KK, hanya menerima satu atau dua bibit pohon durian “MUSANG KING”. Jika tujuan pemberian bibit durian tersebut sebagai salah satu program peningkatan pendapatan warga, maka jumlah yang sedikit itu, tidaklah menjadi “jaminan” atau kebermanfaatannya tidaklah siginifikan.
Bagaimana tidak. Di Nagori Dolok Simbolon tersebut, sudah banyak bibit durian yang mati, yang salah satu penyebabnya adalah ketidak-telatenaan serta ketidakpahaman warga dalam merawat. Kemudian, terkait daya beli pupuk yang dibutuhkan.
Andaikan, sejak awal warga diberikan penjelasan tentang bibit durian “MUSANG KING” (kalau benar itu namanya, red), yang bernilai tinggi, dimana menurut data harga per buah mencapai ratusan ribu rupiah.
Kemudian per pohon dapat menghasilkan dua kali panen dengan nominal pendapatan tambahan Rp25 juta, maka warga akan lebih bergairah melakukan perawatan.
Sebaiknya dikelola BUMDes
Jika benarlah, seperti yang diungkapkan mantan Kepala Bidang Pemerintahan Nagori, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagori/Desa (DPMPN) Pemkab Simalungun – yang sudah digantikan Kennedy Silalahi, bahwa bibit “MUSANG KING” itu adalah kegiatan di Nagori sepenuhnya, tidak ada arahan/campur tangan DPMN, adalah merupakan tindakan mubazir pihak Nagori membagi-bagikannya ke warga.
Nahhhhh, seharusnya, pihak DPMPN cq Kepala Bidang Pemerintahan Nagori, memberikan arahan atau dorongan kepada para Pangulu (Kepala Desa) untuk mendirikan Badan Usahan Milik Desa (BUMDes) yang salah satu sub usaha yang dikelola adalah kebun durian “MUSANG KING” dengan 90 pohon dan Alpokat 60 pohon.
Dengan konsep BUMDes, keterjaminan hasil buah durian “MUSANG KING” dan “Alpokat” akan lebih terukur dan terawat dengan baik.
Tidak hanya itu, hasil dari kebun durian “MUSANG KING” dan “Alpokat” tersebut, dapat menjadi pendapatan asli nagori, yang masuk ke kas nagori tentunya.
Sekadar mengingatkan, PETANI durian asal Gangga, Jabat Manjulu menyebutkan, “Untuk durian ‘MUSANG KING’, satu kilogram harganya Rp250.000. Makanya satu pohon itu bisa menghasilkan Rp30 juta.”
Selain itu, durian “MUSANG KING” juga terkenal akan ketebalan dengan tekstur kering, lembut, dan tidak berserat. Durian ini juga punya aroma khas yang tidak menyengat.
”Jadi meski pun harganya mahal tetap dibeli dan banyak juga yang kecanduan sehingga datang lagi ke rumah membeli,” katanya.
Bahkan, Gubernur NTB, H Zulkieflimansyah juga pernah menyambanginya untuk mencari durian Musang King.
”Respons pak gubernur luar biasa. Dia senang sekali sampai memanggil dinas-dinas terkait untuk mencobanya,” katanya.
Sudarno: “Tahun 2016 jalan utama dibeton, kemudian ditetapkan jadi jalan kabupaten”
Kendati terlihat menguntungkan, namun perlu perawatan ekstra dan ketelatenan untuk merawat pohon durian sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan.
Sebab pohon durian yang ditanam membutuhkan waktu lima hingga tujuh tahun untuk bisa berbuah.
”Kita konsep alamnya, kita jaga kesuburan dan kita tambah dengan pupuk yang komplit,” kata Jabat Manjulu seperti yang dilansir lombokpost.jawapos.com.
Jika seperti yang diungkapkan Jabat Manjulu itulah, pemahaman terkait program bagi-bagi bibit durian “MUSANG KING” di Kabupaten Simalungun, maka “MUSANG KING”, benar-benar memberikan penambahan pendapatan.
Namun, jika melihat pola pembagian yang terlaksana di lapangan, maka “MUSANG KING” yang ditanam (karena sudah ada yang mati), tidaklah seperti yang diharapkan.
Gamot Huta I, Sudarno: “Mohon Pak Bupati Simalungun prioritaskan bangun jalan 12 kilometer”
Keseragaman ide atau gagasan
Bibit durian “MUSANG KING” itu adalah kegiatan di Nagori sepenuhnya, kata mantan Kepala Bidang Pemerintahan Nagori, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagori/Desa (DPMPN).
Jika hal tersebut benar adanya, sesungguhnya sangatlah luar biasa, ide atau gagasan itu, lahir menjadi sebuah keseragaman di benak para pangulu (kepala desa) di 346 nagori (desa).
Tentu, patut diberi apresiasi bagi pangulu (atau siapa pun) yang pertama sekali menyampaikan gagasan perlunya sebaran bibit durian “MUSANG KING”, yang kemudian diikuti menjadi program bagi nagori-nagori lainnya.
Namun, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagori/Desa (DPMPN) punya tanggungjawab moral untuk mengontrol (mengawasi) pelaksanaan sebaran dan pertumbuhan durian “MUSANG KING” agar tidak berubah nama menjadi durian “MUSANG yang tidak KING.”
Atau proyek pembagian bibit durian “MUSANG KING” yang menelan dana demikian besar itu, jangan pula berakhir, menjadi proyek “mubazir”.
“MUSANG hilang, KING menjadi tak bermahkota”
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi mediaonline segaris.co