Catatan | Ingot Simangunsong
SUASANA Merdeka (Pemerintah Kota) – Adam Malik (DPRD) Kota Pematang Siantar, pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP) jilid I pada 5 September 2022 dan RDP jilid II pada 19 September 2022, tidak terlepas dari skenario politik pada tataran kekuasaan atau penguasa, di ruang berbeda, namun dihidupkan dalam “kesamaan roh”, yakni membangun Kota Pematang Siantar yang sehat, sejahtera dan berkualitas.
Ketika RDP tidak berjalan sesuai dengan agenda yang sudah ditetapkan atau terjadwal rapi secara administratif, tidak dapat dipungkiri, bahwa ada yang menyumbat alur komunikasi. Harmonisasi diplomasi tidak terkoneksi dengan baik.
Ada yang terabaikan dalam membangun harmonisasi administrasi tingkat koordinasi antara kedua lembaga, Merdeka – Adam Malik.
Semisalnya, di alinea penutup surat undangan kepada Wali Kota Pematang Siantar, yang berkonotasi sebuah perintah, “tidak boleh diwakilkan.” Kalimat tersebut menimbulkan tafsir-tafsir, yang seharusnya atau seidealnya keinginan tersebut, dapat disampaikan dalam bahasa lisan, bukan bahasa tulisan.
Harmonisasi diplomasi penyampaian “power” pun, menjadi sangat penting peranannya. Saat konotasi perintah tersebut – apakah dirasakan Sekretaris Dewan (Sekwan) dan Sekretaris Daerah (Sekda) atau tidak – seharusnya kedua tokoh “duta” harmonisasi diplomasi Merdeka – Adam Malik itu, menunjukkan kepiawaian mereka, agar konotasi perintah tersebut, tidak menjadi konsumsi publik, atau tidak menjadi alat “tekan”.
Baca juga :
Harmonisasi diplomasi Merdeka – Adam Malik
Harmonisasi menjadi sangat penting, karena rakyat sebagai konstituen yang mendudukkan para wakil rakyat dan kepala daerah, setiap saat mengarahkan pandangan dan perhatian terhadap percakapan-percakapan dan perbuatan-perbuatan orang demi orang yang mereka pilih.
Skenario politik Merdeka – Adam Malik, sah-sah saja, karena yang namanya kepentingan, adalah bagian dari perjuangan pelaku-pelaku politik yang berada atau berkehidupan di lingkaran Merdeka – Adam Malik. Namun, yang patut disepakati, bahwa kepentingan tersebut, adalah kepentingan rakyat atau konstituen.
Jikalau pun, dalam skenario politik itu, ada “tumpangan” kepentingan yang sangat mengganggu jaringan komunikasi Merdeka – Adam Malik, tentu harmonisasi diplomasi harus diberikan peran dan ruang gerak yang lebih luas.
Baca juga :
RDP tanpa Wali Kota dan hak interpelasi
Nah, itu tadi, Sekwan dan Sekda, diharapkan memiliki kapasitas besar dalam menjaga harmonisasi diplomasi, agar jaringan komunikasi tidak mampet atau tersumbat antara Merdeka – Adam Malik.
Kalaulah, hak interpelasi dipergunakan anggota dewan dan tetap berjalan, yang dapat diharapkan, adalah harmonisasi diplomasi Merdeka – Adam Malik, dapat diperbaiki dan tidak lagi mampet.
Setidaknya, konstituen mendapatkan sajian komunikasi yang harmonis, dimana Ketua DPRD Timbul Marganda Lingga, bersama wakil ketua Mangatas Silalahi dan Ronald Tampubolon, duduk di meja bundar dengan Wali Kota Pematang Siantar, Hj Susanti Dewayani, menikmati secangkir kopi “penyejuk” disaksikan wakil rakyat lainnya dan para pimpinan OPD.
Semoga!!!
Penulis, Pimpinan Redaksi mediaonline segaris.co