Catatan | Ingot Simangunsong
MEMBANGUN komunikasi tanpa mis-komunikasi, adalah ibarat pintu masuk, yang harus dijaga, sehingga harmonisasi antara legislatif (DPRD) dengan eksekutif (Pemerintah) dapat berjalan sesuai dengan visi-misi perkembangan dan pertumbuhan sesuatu daerah, yakni Kota Pematang Siantar, yang sehat, sejahtera dan berkualitas.
Disharmonisasi, sesuatu yang sangat tidak didambakan siapa pun, terlebih-lebih masyarakat atau konstituen yang sudah “menyerahkan” suaranya untuk menetapkan seorang kepala daerah atau pun seorang wakil rakyat.
Membangun komunikasi yang membangun, sepatutnya dijadikan tolok ukur, dalam menggairahkan percepatan pembangunan di Kota Pematang Siantar.
Komunikasi – mau tidak mau atau suka tidak disukai – harus atau wajib mendapatkan porsi tata kelola utama. Penempatan figur-figur yang mumpuni dalam berdiplomasi, khususnya saat mencairkan suasana yang “menghangat-gerah”, patut diberikan ruang lebih luas.
Baca juga :
PT SSL dan PT RSL rampas tanah KTTJM, Pemerintah harus bertanggung jawab
Kedudukan atau posisi Sekretaris Dewan (Sekwan) di legislatif dan Sekretaris Daerah (Sekda) di eksekutif, seharusnyalah membangun komunikasi yang membangun. Keduanya punya kemampuan dan kesanggupan diplomasi dalam memberikan pemahaman kepada pimpinan mereka masing-masing.
Sungguh sangat disayangkan, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD dan Wali Kota Pematang Siantar, Senin (19/09/2022), yang sudah memenuhi qorum, hingga tiga kali dilakukan skorsing dan RDP ditutup wakil ketua DPRD Mangatas Silalahi, tidak diketahui dan tidak tersampaikan penjelasan kenapa dan alasan apa, Wali Kota Pematang Siantar, tidak berkenan menghadiri undangan RDP tersebut.
Artinya, ada komunikasi diplomasi yang tidak tersambung dengan baik. Ada koneksitas yang terganggu dan tidak dapat menyampaikan sinyal atau pesan dengan baik dan sebagaimana yang diharapkan.
Sehingga, keluarlah sebuah letupan yang disampaikan wakil ketua Mangatas Silalahi terhadap peran Sekda. Kenapa demikian? Karena sampai ditutup RDP, para pejabat yang mewakili eksekutif, tidak dapat memberikan atau menyampaikan informasi apa dan kenapa Wali Kota tidak hadir di RDP tersebut.
Baca juga :
Soft Launching Digitalisasi UMKM, Hj Susanti Dewayani: “UMKM Kota Pematang Siantar, lebih maju dan naik kelas”
Padahal rapat dengar pendapat yang digelar itu terkait, tindak lanjut pembangunan Gedung Olah Raga Kota Pematangsiantar, perpanjangan masa jabatan Direksi Perusahaan Umum Daerah Tirta Uli, realiasasi serapan anggaran Tahun Anggaran 2022 dan pelantikan pejabat struktural/mutasi di lingkungan Pemerintah Kota Pematang Siantar.
Terlepas DPRD Kota Pematang Siantar akan menggunakan hak mereka, yakni hak interpelasi untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait kebijakan pemerintah (Pemko Pematang Siantar), yang terpenting bagi masyarakat adalah bagaimana kedua belah pihak memampukan daya komunikasi yang membangun.
Tidaklah elok mengajari ikan berenang. Tidak elok juga mengabaikan yang mengganjal di pelupuk mata.
Yang terpenting, mari membangun komunikasi membangun, untuk mencapai satu tujuan, yakni “Kota Pematang Siantar yang sehat, sejahtera dan berkualitas.”
Penulis, pimpinan redaksi mediaonline segaris.co