TAHUN 1874 konsesi kontrak Belanda dengan Kesultanan Deli membuat kesepakatan bahwa wilayah Kedatukan Suka Piring mulai Mabar sampai Deli Tua.
Daerah yang masuk dalam Kedatukan tersebut meliputi Mabar, Sampali, Medan, Polonia, Marendal, dan Deli Tua.
Medan Club masuk wilayah Medan yang didirikan tahun 1879. Medan Club adalah tempat berkumpul sambil minum kopi para tuan Belanda dan orang Melayu yang punya kedudukan dan hubungan dengan Kesultanan Deli.
Tahun 1945, seiring diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, orang Belanda pulang semua karena takut disebut penjajah. Padahal mereka di Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara), berdagang.
Mereka membuat perkebunan dan menjual hasil kebun ke luar negeri, seperti tembakau dan tanaman lainnya.
Hal ini diungkapkan kuasa ahli waris Kesultanan Deli, Tengku Danil Mozart, Jumat (27/01/2023), saat ditemui Segaris.co, di kawasan Kebun Bunga, Medan.
“Tahun 1958, keluarlah Undang-Undang tentang nasionalisasi yang menyebutkan, semua aset-aset Belanda, diambil alih oleh negara. Dan soal Medan Club, tidak ada disebutkan telah diambil alih oleh republik atau tidak, bagaimana cara mengambilnya atau tidak. Jadi hanya diam-diam begitu saja,” beber keluarga Kesultanan Deli ini.
Baca juga :
LAPOR ke POLISI, Tio Merli boru Sintinjak korban KEBRUTALAN oknum SEKURITI PTPN III Kebun Bangun
Lantas, sambungnya, tiba-tiba bermunculanlah orang-orang membuat perkumpulan. Mula-mula orang-orang yang masih keturunan bangsawan, walau pun sudah merdeka.
“Lama kelamaan masuklah berbagai etnis dan pihak, sampai akhirnya orang ini tiba-tiba kok bisa menjual Medan Club ini, seperti sekarang yang kita dengar. Sementara, modal mereka menjual itu apa? Makanya saya pertanyakan,” ucap Tengku Daniel.
Dia mempertanyakan bukti kepemilikan bila Medan Club itu adalah milik perkumpulan. Atau ada bukti bahwa tanah Medan Club itu telah dihibahkan oleh Kedatukan Suka Piring sesuai sejarah awalnya.
Baca juga :
DPRD Sumut segera minta penjelasan Pemprov Sumut soal PEMBELIAN LAHAN Medan Club
“Itu tidak ada yang bisa menjawab. Kedua, saya ditunjukan HGB Nomor 688 yang di dalamnya disebutkan nama Perkumpulan Medan Club. Saya bilang, kalau HGB ini hanya bisa menjual bangunannya saja. Itu pun kalau ada yang membelinya. Kalau tanahnya mana bisa dijual dengan persyaratan HGB. Itu saya tanyakan ke mereka. Dan mereka terpojok juga karena yang saya sampaikan ini adalah sesuai undang-undang, peraturan,” terang Tengku Daniel.
Dia juga mempertanyakan dasar terbitnya HGB tersebut sebab menurutnya, penerbitan sebuah HGB harus mempunyai alas hak atau yang biasa disebut orang, warkat. Dan itu juga tidak bisa ditunjukan oleh pihak perkumpulan Medan Club.
“Dari ketiga dasar itu, yang mana modal mereka menjual Medan Club karena dari ketiga hal itu, mereka tidak memilikinya. Lemah dasarnya. Karena semestinya, yang bisa menjual lahan Medan Club itu adalah Kedatukan Suka Piring. Sebab Kedatukan Suka Piring yang mempunyai alas hak atas daerah itu,” tegasnya.
Baca juga :
Wakil Ketua Umum INTI, Tomi Wistan: “TIDAK BENAR TELAH TERJADI INTOLERANSI di Kota Pematang Siantar”
Tengku Daniel menengarai ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi.
“Apa gubernur kurang paham dengan hal ini. Dan mereka tidak berani jawab,” bebernya.
Materi-materi ini, sebut Daniel, akan naik nantinya ke persidangan yang akan digelar pada 31 Januari 2023 nanti.
“Saya punya surat tugas untuk melakukan pengamanan wilayah yang menjadi konsesi Kedatukan Suka Piring, termasuk Medan Club,” kata Tengku Daniel yang mengaku mempertanyakan langsung kepada Eswin Soekardja saat itu.
Tengku Daniel tidak menampik masalah penjualan lahan Medan Club tersebut dapat diselesaikan dengan jalur diplomasi antar pihak-pihak terkait. Selain itu, dirinya juga bersedia untuk bertemu dengan Gubernur Edy Rahmayadi, bila dimintanya. (Sipa Munthe/***)