SELURUH FRAKSI di parlemen disebut-sebut, setuju dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (revisi UU Desa) soal masa jabatan kepala desa atau kades.
Klaim persetujuan seluruh fraksi itu, disampaikan anggota Komisi II DPR-RI, Mohammad Toha, yang diperoleh setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR beraudiensi dengan perwakilan kepala desa yang berunjuk rasa di depan gedung parlemen, Selasa (17/01/2023).
“Di Komisi II, di Baleg, di fraksi, semuanya menyetujui,” kata Muhammad Toha kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/01/2023).
Namun, DPR masih menunggu sikap pemerintah soal revisi UU Desa.
Jika revisi berjalan mulus, masa jabatan kades bakal diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun tiap periodenya.
Hal itu sesuai dengan tuntutan ribuan kepala desa yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa pagi.
“Tinggal tunggu pemerintah, ya. Harus dua-duanya, kan, DPR sama pemerintah. Nah, kalau pemerintah sudah klop, ini bisa jalan,” ucap Toha.
Budiman menilai kepala desa menuntut masa kerja mereka kurang lantaran banyak hal yang mesti diurus.
Berbeda dengan bupati atau wali kota, kepala desa kerap mengalami konflik berkepanjangan dengan lawannya dalam pemilihan. Itu kemudian menjadi masalah karena mereka tinggal di dalam satu lingkungan yang berdekatan.
“Sering kali lawannya itu menjegal program yang berjalan. Akhirnya kepala desa fokus rekonsiliasi dan kadang konflik itu baru selesai dua atau tiga tahun. Tiga tahun fokus selesaikan masalah itu. Artinya, hanya tersisa tiga tahun untuk menjalankan program membangun desa,” kata dia.
Masalahnya, kata dia, belum tiga tahun sudah harus menghadapi pilkades lagi.
“Itu membuat kerja tidak maksimal,” kata Budiman. (***)