KETUA Perkumpulan Sumut Watch, Daulat Sihombing, SH, MH, meminta dan mendesak agar Walikota Pematangsiantar segera memberhentikan Pelaksana Tugas Direktur Utama Perusahaan Daerah Pasar Horas Jaya (PDPHJ) Kota Pematangsiantar, Toga Sihite, S.Si, SE, MM, tanpa harus menunggu berakhirnya masa jabatan 07 Desember 2022, karena dinilai telah menelantarkan nasib ratusan karyawannya dan merusak sistem tata kelola perusahaan.
Menurut mantan Hakim Adhoc pada PN Medan yang juga Advokat ini, Pasal 58, Perda No. 5 Tahun 2014 tentang PDPHJ Kota Pematangsiantar, bahwa: “Apabila dalam 2 tahun berturut-turut Direksi tidak mampu meningkatkan kinerja PD. Pasar Horas Jaya, Wali Kota dapat mengganti Direksi”.
Faktanya, menurut Daulat, Plt. Dirut Toga Sihite, sebagai bagian dari Direksi PDPHJ yang diangkat berdasarkan Keputusan Nomor: 062/1181/XII/WK – Thn 2018, tanggal 07 Desember 2018, sama sekali tidak berprestasi dan tidak berkinerja.
Sebaliknya justru telah merusak sistem tata kelola perusahaan dengan perilaku menejemen yang sangat buruk hingga membuat nasib ratusan karyawan PDPHJ terlunta-lunta, terkatung-katung, karena tidak pernah menerima gaji secara normal hingga menimbulkan masa depan yang tidak pasti.
Baca juga :
R Purnama Gultom: “85 persen siswa SD Kecamatan Siantar sudah bisa Calistung”
Mundurnya Bambang Wahono, SH dari jabatan Dirut, 11 Juni 2021, yang disusul Imran Simanjuntak, MA dari jabatan Direktur Pengembangan dan SDM, April 2022, menurut Daulat Sihombing, menjadi bukti bahwa secara tim mau pun personal Direksi telah gagal total menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
Toga dan Imran merupakan anggota Badan Pengawas 2018–2021. Namun baru menjabat 6 bulan, mereka “menyalib” merebut kursi Direksi.
Sebenarnya menurut Daulat, besar sekali ekspektasi masyarakat terhadap ketiga Direksi. Selain karena sosok masih muda, energik, dan dianggap belum terkontaminasi dengan KKN, tetapi juga karena diantaranya berprofesi sebagai dosen dan aktivis anti korupsi, anti penindasan dan anti penghisapan.
Tapi naas, kata Daulat, ketiga Direksi ini ternyata hanya bualan–bualan dan bulan-bulanan. Jika di masa Benny Sihotang, sebagai Dirut kemudian dilanjutkan Didy Cemerlang, sebagai Plt. Dirut, karyawan PDPHJ dapat menikmati gaji secara rutin dan tepat waktu setiap bulan berjalan. Tapi sejak Direksi baru dibawah Bambang, dkk, gaji karyawan ngadat dan tak jelas.
Bulan pertama gaji terlambat puluhan hari, bulan kedua menjadi beberapa minggu, bulan ketiga menjadi satu bulan, bulan keempat menjadi dua bulan, bulan kelima menjadi tiga bulan, bulan keenam menjadi empat bulan.
Begitu seterusnya hingga menunggak selama 4 bulan. Tunggakan 4 bulan ini praktis menambah beban hutang Direksi, karena di masa Dirut, Setia Siagian, gaji karyawan juga tertunggak 4 bulan. Demikianlah, kata Daulat, gaji karyawan PDPHJ terus gonjang–ganjing tak mampu dibayar secara normal oleh Direksi, hingga sekarang ini.
Baca juga :
Dari kantor Korwil Disdik Siantar, maling ambil pintu pagar, brankas, proyektor dan 11 lampu
Anti Klimaks
Entah berdasarkan pikiran apa, sekitar September 2019, Direksi dan Badan Pengawas kompak mengobok- obok dan mencopot seluruh pejabat struktural PDPHJ dan mendegradasinya menjadi pejabat status percobaan.
Sepertinya inilah anti klimaks dari prospek menejemen PDPHJ sekaligus menjadi titik awal kegagalan Direksi dalam mengelola PDPHJ. Alih-alih untuk seleksi penempatan ulang pejabat struktural sekaligus perampingan.
Lalu Direksi pun membuat serangkaian proses uji kompetensi berupa test akademik, pembuatan dan presentasi karya tulis sekitar September 2019.
Tapi, semuanya ternyata hanya akal-akalan. Apa yang disebut penempatan ulang dan pengangkatan kembali pejabat struktural defenitif, kata Daulat, bulshit atau omong kosong, sebab tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi.
Baca juga :
KRB dan AKBAR SUMUT tuding Gubernur Edy Rahmayadi bagian dari mafia tanah
Satu hal yang pasti, pencopotan pejabat struktural defenitif PDPHJ menjadi pejabat status percobaan, telah merusak dan melumpuhkan struktur dan organ perusahaan.
Dampaknya sitausi perusahaan pun semakin parah tak terkendali. Direksi dan pejabat struktur percobaan hilang wibawa dan hilang kepercayaan. Karyawan tak terkendali, datang suka-suka pulang suka-suka.
Tak jelas lagi siapa mengerjakan apa, apa dikerjakan oleh siapa, siapa bertanggungjawab kepada siapa, siapa yang memimpin siapa dan siapa yang bertanggungjawab untuk apa. Alhasil, pembayaran gaji pun semakin tak pasti.
Apalagi di masa Pandemi yang dimulai Maret 2020, setidaknya setahun karyawan hanya mendapat gaji antara Rp600 ribu-Rp.900 ribu per bulan. Itupun tak disebut gaji tapi bagi hasil. Memalukan sekali. Kekurangannya, sampai saat ini tak pernah dibayarkan Direksi.
Agar karyawan tidak bergolak, Direksi pun bermain alip cendong. Bulan ini dahulukan pembayaran gaji tenaga harian lepas bagian kebersihan karena rentan mogok kerja, setelah itu gaji penagih dan kepala pasar, kemudian gaji pejabat struktural, terakhir gaji staf admin.
Bulan berikutnya dibalik atau dibolak–balik. Untuk pembayaran gaji sedapat mungkin harus dirahasiakan. Tujuannya, agar antar divisi tidak saling mengetahui. Pokoknya para pegawai tidak serentak menuntut pembayaran gaji. Begitulah seterusnya hingga sekarang.
Daulat mencatat, sepanjang fase perjalanan kepemimpinan Bambang Wahono, dkk, telah membuat perusahaan ini benar-benar amburadul dan suka-suka.
Berdasarkan Pasal 58, Perda No. 5 Tahun 2014 tentang PDPHJ Kota Pematangsiantar tim Direksi ini mestinya harus dipecat oleh Wali Kota. Tapi ternyata tidak, hingga Bambang Wahono dan Imran Simanjuntak memilih mengundurkan diri.
Sepeninggal Bambang dan Imran, menejemen perusahaan dibawah Toga Sihite sebagai Plt. Dirut, semakin liar tak terkendali. Toga sepertinya menikmati Plt. Dirut sebagai kekuasaan bukan tanggungjawab. Mengelola perusahaan dengan suka-suka, menggaji karyawan suka-suka, menempatkan pejabat suka-suka, menugaskan karyawan suka-suka, menggunakan uang suka-suka, dan lain–lain semuanya suka-suka alias tanpa aturan.
Ironinya di tengah derita dan ketidakpastian masa depan ratusan karyawan PDPHJ, Toga masih mampu wara-wiri ke sana–sini, membangun pencitraan, sowan ke pejabat tertentu, entah sebagai TS atau untuk popularitas.
Berdasarkan itulah ujarnya, Sumut Watch meminta agar Wali Kota dr. Susanti Dewayani, Sp.A, dan Dewan Pengawas yang baru Dra. Happy Oukemenis Daely,dkk, segera memberhentikan Toga Sihite, sebagai Plt. Dirut tanpa menunggu masa jabatan berakhir atau setidaknya tidak lagi mengangkatnya sebagai Direksi/anggota Direksi periode berikutnya.
Daulat menambahkan, Sumut Watch dalam beberapa waktu ke depan akan segera merilis ke publik dan melaporkan ke pihak berwajib tentang dugaan penyalahgunaan jabatan dan dugaan tindak pidana korupsi di PDPHJ serta mendesak DPRD Kota Pematang Siantar menggelar RDP untuk meminta keterangan terkait PDPHJ Kota Pematangsiantar. (Rilis/***)