“SAYA tidak bisa terima damai dengan dia (PT, oknum anggota DPRD Kabupaten Toba, red), aku diancamnya mau dikencingi setelah menempeleng kawanku.”
Hal itu yang disampaikan Wawan Heriawan Siregar, salah seorang dari 5 korban persekusi dan kekerasan saat dilakukan upaya mediasi dan perdamaian di Kantor Law Firm Ranto Sibarani SH.
Dan, pasca upaya damai itu pun, kelima korban sepakat membuat laporan ke Poldasu, agar hukumlah yang membuat pertimbangan dan melindungi hak-hak mereka sebagai warga Negara yang bebas melintas dimana pun di wilayah Indonesia.
Tidak terima menjadi korban persekusi dan kekerasan saat melintas di Desa Silaen Kabupaten Toba, Sabtu (04/06/2022), 5 pekerja PT Iforte yang diwakili Muhammad Eko Bayau (40), membuat Laporan Polisi No STTLP/B/1007/VI/2022/SPKT/POLDA SUMUT, didampingi Kuasa Hukumnya Ranto Sibarani SH, Kamis (09/06/2022).
Baca juga : Pengamat politik, Willy Sidauruk: “Jaga gelar TERHORMAT, anggota DPRD Pematangsiantar wajib kenakan pakaian dinas fasilitas Negara”
Kronologi kejadian
Muhammad Eko Bayau menyampaikan, di hari nahas tersebut, dia bersama keempat temannya, melintasi Desa Silaen karena mengikuti petunjuk Google Map.
Saat itu, mereka sedang melakukan perjalanan tugas, Visit Jalur Fiber Optik dari Tarutung menuju Labuhanbatu.
Di Silaen mereka ditahan warga yang katanya sedang meronda, karena ada kehilangan sparepart alat berat beberapa hari sebelumnya.
Mereka pun, diinterogasi secara bergantian oleh warga yang tampak memegang senjata tajam berupa parang dan pisau.
“Mereka menuduh kamilah pencuri barang mereka yang hilang. Awalnya, warga yang menanyai kami masih biasa-biasa, namun tiba-tiba datang seorang lelaki berjaket hitam, langsung menempeleng aku. Setelah itu keadaan jadi tidak terkendali,” kata Muhammad Eko Bayau.
Diperlakukan seperti penjahat
Dikisahkan Muhammad Eko Bayau, di malam yang gelap dan sudah tengah malam, dalam kondisi kelaparan, mereka berlima diperlakukan seperti penjahat.
Ditendang, dipukul dengan punggung parang, dan ditusuk-tusuk dengan pisau yang dibungkus sambil memaksa mereka untuk mengaku sebagai pencuri.
“KTP, HP dan mobil kami digeledah. Kami benar-benar ketakutan dan membayangkan akan pulang dalam kantongan mayat,” kata Muhammad Eko Bayau.
Tidak hanya dipaksa mengaku, kelima pekerja PT Iforte yang bermarkas di Jakarta itu pun dibentak dan diancam akan dibunuh.
“Di sini, kami sudah mematikan 4 orang, jangan kalian ikut menambah jumlah orang yang kami matikan di sini,” kata salah seorang dari warga yang ikut mencegat mereka.
Digiring ke Polsek Silaen
Tidak dapat menemukan barang bukti yang mengaitkan kelima pekerja naas ini, warga dan laki-laki yang berjaket hitam pelaku pemukulan pertama, menggiring korban ini ke Kantor Polsek Silaen.
Pengacara Ranto Sibarani yang mendapat laporan tentang dugaan persekusi dan kekerasan itu, meluncur dari penginapannya di Balige ke TKP di Polsek Silaen.
“Di Polsek, walau saya sudah mengakui diri sebagai pengacara, pelaku kekerasan dan persekusi justru melecehkan saya. Mereka mencoba menghalangi saya masuk ke ruang SPK Polsek Silaen. Gak ada hakmu mendampingi mereka tanpa surat kuasa dari mereka,” kata para pelaku.
Dengan tegas, Ranto Sibarani, pengacara yang dikenal berani, cerdas dan mantan aktifis ini justru menjelaskan bahwa dirinya sebagai advokat berhak melakukan pendampingan hukum terlebih kepada korban dengan hanya permintaan lisan.
“Apakah saudara saudara meminta saya menjadi penasihat hukum kalian?” tanya Ranto kepada kelima korban yang tampak meringkuk ketakutan dikerubuti pelaku persekusi dan kekerasan. Dan, kelima korban menjawab serentak ,“Kami memintanya!”
Upaya Damai gagal
Dalam kondisi tertekan, ketakutan dan kelaparan, kelima korban yang merasa dapat perlindungan dari Ranto Sibarani SH, menyatakan siap berdamai.
“Kami berlima sepakat untuk berdamai saja dengan harapan agar segera bisa meninggalkan Polsek Silaen, apalagi kami sudah sangat lemas karena dipukul, dibentak, ditendang dan diancam bunuh,” kata Muhammad Eko Bayau.
Keesokan harinya, Minggu (05/06/2022) para korban mendapat berita bahwa pelaku kekerasan pertama kali itu adalah PT oknum anggota DPRD Toba.
“Mendengar itu, kami kembali berkoordinasi dengan pengacara yang menyelamatkan kami, agar mengadukan anggota DPRD itu ke polisi,” kata Muhammad Eko Bayau. (Rilis/***)