JAKARTA – SEGARIS.CO – Target Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia pada tahun 2024 tampaknya akan sulit tercapai.
Hal ini dipengaruhi oleh maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menyatakan bahwa dua faktor ini akan menghambat penurunan tingkat kemiskinan ekstrem karena banyaknya sumber pendapatan masyarakat yang hilang.
“Pemerintahan Jokowi menargetkan kemiskinan ekstrem nol pada tahun 2024, namun tampaknya ini akan sulit dicapai,” ujar Bambang dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Kamis (04/07/2024).
Bambang menyoroti bahwa PHK menjadi tantangan besar di masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi, terutama di sektor industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT).
Data dari Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa pada periode Januari-Mei 2024, sebanyak 27.222 tenaga kerja di Indonesia terkena PHK, meningkat 48,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sayangnya, data tersebut tidak merinci sektor mana yang paling banyak terkena PHK.
Namun, menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PHK di sektor TPT saja mencapai 10.800 tenaga kerja hingga Mei 2024.
Selain pelemahan nilai tukar rupiah, tingginya angka PHK juga menjadi masalah serius, terutama untuk industri tekstil yang pada 1990-an menjadi andalan manufaktur Indonesia.
“Industri tekstil yang padat karya ini harus dilihat kembali regulasinya untuk mencegah maraknya PHK di tengah melambatnya aktivitas ekonomi global,” kata Bambang.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia perlu memperbaiki regulasi perlindungan iklim usaha domestik dari barang impor murah.
“Barang-barang impor yang tidak dikenakan bea masuk atau diselundupkan dapat membuat harga jatuh dan pabrik-pabrik dalam negeri tidak mampu bertahan,” tegasnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengumumkan bahwa angka kemiskinan ekstrem di Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83%, turun dari 1,12% pada Maret 2023.
Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin masih sebesar 9,03% dari total penduduk atau sekitar 25,22 juta orang per Maret 2024.
BPS menetapkan garis kemiskinan berdasarkan nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin.
Garis kemiskinan per Maret 2024 sebesar Rp 582,93 ribu, naik 5,9% dibanding Maret 2023 yang sebesar Rp 550,45 ribu. [RE/***]