Libertini Harefa: “Saya tidak lagi menerima PKH, BPNT, dan KIP”
Laporan | Nota Lase
GUNUNGSITOLI — SEGARIS.CO — Penyalahgunaan identitas untuk kepentingan listrik ilegal merupakan pelanggaran berat yang diatur dalam Pasal 51 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Berdasarkan ketentuan ini, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara hingga 7 tahun serta denda maksimal Rp2,5 miliar.
Kasus ini dialami Libertini Harefa, yang identitasnya digunakan tanpa izin oleh pihak lain untuk memperoleh meteran listrik berdaya 5.500 kWh.
Menurut Libertini, akibat pencatutan identitas tersebut, sejak 2024 dirinya tidak lagi menerima bantuan sosial, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH), BPNT, dan KIP.
Tiga pejabat Pemko Gunungsitoli ditetapkan sebagai TERSANGKA KASUS pelanggaran Pemilu
Informasi ini diterima Libertini dari Walinga Zendrato, pendamping desa, yang menjelaskan bahwa bantuan dihentikan karena ia dianggap sebagai warga “sejahtera” akibat memiliki daya listrik tinggi.
Libertini mengaku keberatan atas penyalahgunaan identitas tersebut dan telah mengajukan laporan keberatan kepada Unit Layanan Pelanggan (ULP) dan UP3 PLN di Gunungsitoli.
Libertini juga berencana melapor ke aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku.
Ketua Ormas Garda Bela Negara Nasional (GBNN), Siswanto Laoli, turut mendampingi Libertini dan telah berkomunikasi dengan Manajer PLN, Revi Adrian, untuk menyelesaikan kasus ini setelah kepulangannya dari luar daerah.
“Kami akan mendesak PLN area Nias bersama korban untuk mengungkap pelaku pemalsuan data ini. Jika tidak ada kejelasan dari pihak PLN, kami akan mendampingi korban dalam proses hukum,” tegas Siswanto.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat dalam penerbitan identitas dan layanan publik guna mencegah praktik-praktik penyalahgunaan yang merugikan warga. [***]