PEMATANGSIANTAR – SEGARIS.CO – BEDA dengan hari-hari sebelumnya, saat memasuki kawasan Univeritas HKBP Nommensen Kota Pematangsiantar, kali ini, Jumat (12/01/2024), saya berada di ruang kerjanya, Wakil Rektor II Bidang Keuangan Hendra Simanjuntak S.Pd, M.Pd (43 tahun) – yang kandidat Doktor Universitas Medan – dan Ketua DPC Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kota Pematangsiantar.
Ada yang mengusik untuk menyusuri jalan “filosofi” Hendra Simanjuntak S.Pd, M.Pd, yang menyebutkan; “Garis itu lurus, tapi kalau kita tarik jauh ke depan, yang ada garis melengkung dan berbuat baiklah dengan tulus.”
Di lubuk hati Hendra Simanjuntak – bapak dari 5 anak (Pangeran TP Simanjuntak, Clarisa MS Simanjuntak, Fika BR Simanjuntak, Anggita TS Simanjuntak serta Valencia Simanjuntak) dan suami dari Ester M boru Sihotang itu pun, ada kumpulan bahasa Batak yang demikian menguat, yakni “Marparbue do Lojami,” dan “Urupi donganmu asa margogo ho.”
Tidak hanya itu, terhadap 636 wisudawan S1 Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, Hendra Simanjuntak juga menyemangati mereka dengan 6B, yaitu: Bersyukur, Belajar terus, Berjuang, Berharap, Berkarya dan Beriman.
Berikut ini sajian profil Hendra Simanjuntak, hasil wawancara Pimpinan Redaksi Segaris.co, Ingot Simangunsong.
*****
“SAYA sangat bersyukur karena saya yang bukan siapa-siapa, dapat kembali ke Kota Pematangsiantar tahun 2005, tanpa membawa apa-apa dengan modal sepedamotor, memulai karir sebagai guru honor di SMA Asisi Jalan Asahan dengan gaji Rp150.000 per bulan,” kata Hendra Simanjuntak.
Kebersyukuran yang dimaksud Hendra Simanjuntak, adalah setelah menjalani berbagai proses karir di dunia pendidikan dan dengan melakoni berbagai aktivitas lainnya (mengerjakan apa pun), dapat memposisikan diri pada titik hasil proses, mendapatkan kepercayaan dari Yayasan HKBP Nommensen sebagai Wakil Rektor II Bidang Keuangan di Universitas HKBP Nommensen Kota Pematangsiantar yang saat ini memiliki 3.352 mahasiswa tersebut.
Apa yang mengantar Hendra Simanjuntak, sehingga dapatkan posisi tersebut?
Hendra Simanjuntak menyebutkan, ada satu pesan dari bapaknya, almarhum Op Pangeran A Simanjuntak yang demikian melekat dalam perjalanan hidupnya, yang dijadikan sebagai filosofi hidup, yakni “seŕibu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak.”
Pesan itulah yang berkesinambungan dikemas di sepanjang proses hidup dan kehidupan yang dijalani Hendra Simanjuntak, yakni bagaimana membangun komunikasi dan hubungan baik dengan siapa pun tanpa memandang status dan asal usulnya.
“Menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan siapa pun menjadi sebuah kekuatan bagi kita. Berbuat baiklah dengan tulus dan menjaga integritas,” kata Hendra Simanjuntak yang menyelesaikan S1 Pendidikan Kimia dari Universitas Medan (Unimed) tahun 2004 itu.
Kemudian yang selalu diingatkan ibundanya, Op Pangeran L boru Sihombing kepada Hendra Simanjuntak, adalah “Jangan pernah menyombongkan diri.”
Perjalanan karir Bintang Simanjuntak: dari GURU hingga Kepala SMP Negeri 2 Bandar
Memenuhi permintaan Bapak
Saat usia Hendra Simanjuntak (1,5 bulan) di tahun 1981, bapaknya diterima sebagai PNS Dinas Kehutanan yang ditempatkan di Kabupaten Tapanuli Utara.
“Saya lahir di Perdagangan, karena bapak diterima sebagai PNS Kehutanan, kami pindah ke Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara,” kata Hendra Simanjuntak yang putra sulung dengan 4 saudaranya, Jefri A Simanjuntak, Yanti A Simanjuntak, Benny W Simanjuntak dan Sri Yohana M Simanjuntak itu.
Di Sipahutar, Hendra Simanjuntak bersama 4 saudaranya bertumbuh dalam kesehari-harian yang demikian sederhana bersama kedua orangtua yang sangat disiplin.
“Bapak sangat disiplin, dan kepada kami sudah dipesankan untuk tidak melanjutkan pendidikan di Jawa. Kehidupan kami sangat sederhana, karena gaji PNS pada masa itu, cukup kecil,” kenang Hendra Simanjuntak yang menjelaskan bahwa hal tersebut tidaklah menyurutkan semangatnya bersama adik-adiknya untuk mengecap pendidikan tinggi.
Setelah menamatkan pendidikan di SMU Negeri 2 Balige, 29 Mei 1999, Hendra Simanjuntak diterima di Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Medan (Unimed) yang diselesaikannya pada 14 April 2004.
Kenapa menjatuhkan pilihan di dunia pendidikan? Hendra Simanjuntak menjelaskan, sebenarnya ketika itu, ada dua pilihan, yakni Fakultas Pertanian dan Pendidikan.
“Kedua bidang ilmu ini, memiliki interaksi cukup tinggi dengan masyarakat. Menurut saya interaksi yang hidup itu, adalah langsung dengan masyarakat, bukan dengan kertas (kantoran). Nah, saya diterima di pendidikan,” kata Hendra Simanjuntak yang mengaku, setelah selesai S1, dirinya sempat setahun berada di kawasan Rokan Hilir, Riau.
Tahun 2005, diputuskannya untuk berjuang di Kota Pematangsiantar, karena kota itu adalah tempat kelahirannya.
Dua tahun berada di Kota Pematang Siantar, Hendra Simanjuntak, oleh bapaknya diminta pulang ke Sipahutar. Sesampainya di rumah, sang bapak menyampaikan pesan, agar Hendra Simanjuntak secepatnya membentuk rumah tangga (kawin).
“Saya penuhi permintaan bapak, saya pun menikah dengan istri (Ester M Sihotang) pada 7 Juli 2007. Lima bulan setelah pernikahan, bapak meninggal. Kami merasa kehilangan, terutama mamak yang harus sendiri menghidupi kami. Situasi itu, secara otomatis membuat saya menggantikan posisi bapak, yang harus menjaga mamak dan keempat adik saya,” kata Hendra Simanjuntak yang tidak dapat menghapus kenangan, saat terakhir kali sang bapak mengecup keningnya sembari menyampaikan ulang pesan-pesan yang pernah diucapkan.
Sampai sekarang masih jualan lontong
Ketika bapaknya sudah tiada, satu hal yang memotivasi Hendra Simanjuntak adalah, bagaimana menjaga marwah orangtuanya yang selama ini sangat terpandang di tengah masyarakat. Sebagai panutan dan selalu menjadi contoh.
“Apa kata orang, jika saya sebagai anak sulung, tidak berhasil di pendidikan dan tidak bisa menjadi panutan bagi adik-adik. Itulah yang menguatkan saya,” kata Hendra Simanjuntak yang terpicu untuk meraih sukses.
Ketika kondisi perekonomian memprihatinkan, Hendra Simanjuntak mengisahkan bagaimana ibunya menyampaikan niat untuk mulai jualan sarapan (lontong) di pekan Sipahutar.
“Saat itu, bapak menolak dengan keras. Namun, karena situasi membutuhkan hasil tambahan, suatu pagi, mamak membanguni saya, untuk membantu membawa bahan jualan ke pekan. Ternyata mamak serius. Saat kami hendak keluar, ternyata bapak bangun dengan hardikan yang cukup keras. Meminta kami tidak meneruskan langkah,” kata Hendra Simanjuntak yang menggambarkan bapaknya akan marah dan apa yang sudah disiapkan tak terjual.
Ternyata, hardikkan itu berubah menjadi dukungan yang sangat mengharukan dan merupakan kenangan luar biasa.
“Bapak ikut mengangkat dan mengantarkan jualan mamak ke pekan. Tidak hanya itu, setiap pagi bapak menemani mamak jualan, bahkan bersedia menyuci yang kotor, agar kami anak-anaknya dapat sekolah,” kata Hendra Simanjuntak yang menjelaskan, sampai usia sudah hampir 70 tahun, ibunya masih juga berjualan sarapan (lontong) di pekan Sipahutar.
“Kalau dilarang untuk berhenti jualan, mamak bilang biarlah, biar ada temannya bincang-bincang di pekan. Ya, itulah hiburan bagi mamak,” kata Hendra Simanjuntak.
Marparbue do lojami
APA yang selama ini dirasakan Hendra Simanjuntak bersama adik-adiknya, bagaimana perjuangan kedua orangtua mereka untuk memberikan pendidikan yang setinggi-tingginya, diungkapkan dengan sebuah lagu Batak berjudul “Marparbue do lojami.”
Di setiap even yang dihadirinya, jika ada kesempatan, Hendra Simanjuntak selalu menyanyikan lagu tersebut. Bahkan, ketika ibundanya mendampinginya di acara itu, Hendra Simanjuntak akan mengajak ibundanya naik ke panggung, untuk mendengarkan lagu yang dinyanyikannya.
Lagu Batak “Marparbue do lojami” yang dipopulerkan oleh Style Voice dan telah meraih popularitas yang cukup signifikan di kalangan pecinta musik daerah atau etnik itu, diciptakan oleh Robert Pakpahan.
Lagu ini mengisahkan perjuangan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka untuk meraih kesuksesan. Dengan lirik yang penuh makna, lagu ini menggambarkan ketulusan hati orang tua yang berjuang keras agar anak-anak mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang sukses.
Melalui bait-baitnya yang penuh makna, lagu “Marparbue do lojami” membangkitkan semangat untuk menghargai perjuangan orang tua dalam membimbing dan mendukung masa depan anak-anaknya.
Berikut adalah cuplikan lirik dari lagu Batak “Marparbue do lojami”:
Nga Loja Ho Inang Nauli Lagu, Nga Loja Ho Humongkop Hami Gelleng Mon, Hu Haol Ma Ho…Hu Abing Ma Ho, Paulakhon Lojami Saleleng on Tu Anak mon [artinya; Ibu engkau sudah lelah, Sudah lelah menjaga kami anakmu, Kupeluklah engkau, kugendong, Untuk mengembalikan lelahmu selama ini untuk anakmu.]
“Lagu ini sangat menginspirasi bagi saya dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan rasa terimakasih yang tak ternilai kepada bapak dan mamak. Apa yang mereka perjuangan, telah membuahkan hasil,” kata Hendra Simanjuntak.
Saat pelantikan sebagai Wakil Rektor II Bidang Keuangan, Universitas HKBP Nommensen Kota Pematangsiantar pada 26 Mei 2023, Hendra Simanjuntak menyanyikan lagu tersebut didampingi ibundanya Op Pangeran L boru Sihombing, istri Ester M boru Sihotang dan ibu mertua SA boru Sitanggang.
“Saya sangat terharu dan tak sanggup untuk tidak menangis,” kata Hendra Simanjuntak. [***]