KEMENTERIAN Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menetapkan 24 Oktober sebagai Hari Ekonomi Kreatif Nasional (Hekrafnas).
Itu artinya pada 24 Oktober 2023 kemarin menjadi perayaan Hari Ekonomi Kreatif Nasional pertama di Indonesia.
Hekrafnas menjadi “lebarannya” para pelaku ekonomi kreatif Indonesia. Dengan penetapan Hari Ekonomi Kreatif Nasional yang jatuh setiap 24 Oktober diharapkan bisa menjadi momen bersama untuk berkolaborasi dan bersinergi dalam membangun ekosistem yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Perayaan Hari Ekonomi Kreatif Nasional juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan sektor ekonomi yang berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam perayaan Hari Ekonomi Kreatif Nasional yang pertama bulan lalu, juga diadakan penghargaan yang diberikan kepada tiga tokoh kreatif nasional: Titiek Puspa dari subsektor musik, Putu Wijaya dari subsektor pertunjukan seni (teater), dan Darwis Triadi dari subsektor fotografi.
Titiek Puspa: Diva Legendaris Indonesia
Dikenal sebagai penyanyi yang awet muda, popularitas Titiek Puspa sebagai diva sejati tidak patut dianggap remeh.
Berawal dari hobi mengikuti lomba nyanyi, diva dengan nama asli Sudarwati ini mulai dikenal oleh masyarakat luas.
Saking populernya, Titiek Puspa menjadi penyanyi pertama yang diundang oleh Presiden Soekarno untuk tampil di Istana Negara.
Meski sudah berkarier sejak puluhan tahun silam, lagu-lagu dari diva legendaris kelahiran Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan, 1 November 1937 ini masih populer hingga sekarang.
Beberapa tembang hits dari Titiek Puspa antara lain: Kupu-Kupu Malam, Marilah Kemari, Apanya Dong, Dansa Yok Dansa, Jatuh Cinta, dan banyak lagi.
Tak hanya sebagai penyanyi dan pencipta lagu, wanita yang kerap disapa sebagai Eyang ini juga pernah membintangi beberapa film, seperti Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1966), Bing Slamet Djalanan (1972), Ateng Minta Kawin (1974), Bawang Putih (1974), Apanya Dong (1983), dan Ini Kisah Tiga Dara (2014).
Memiliki banyak karya, tidak heran jika banyak penghargaan yang diraih Titiek Puspa. Beberapa di antaranya: BASF Award ke-10 Kategori “Pengabdian Panjang di Dunia Musik” (1994), Anugerah Musik Indonesia (AMI) Kategori “Pencipta Lagu Anak-Anak Terbaik (2016), AMI Lifetime Achievement (2016), serta AMI Kategori “Dedikasi Musik” (2021).
Putu Wijaya: “Tukang Cerita” Profesional
I Gusti Ngurah Putu Wijaya atau dikenal dengan Putu Wijaya merupakan seniman kelahiran Tabanan, Bali, 11 April 1944. Kiprah Putu Wijaya di dunia seni pertunjukan teater bermula sejak keterlibatannya dalam Bengkel Teater Rendra, dan sempat mementaskan Bip-Bop dan Pozza dalam drama Menunggu Godot di Jakarta (1968), sekaligus menyutradarai pementasan Lautan Bernyanyi.
Kemudian, Putu Wijaya bergabung dengan kelompok teater dan menjadi redaktur majalah hingga akhirnya mendirikan sebuah teater. Putu Wijaya juga pernah mendapat beasiswa ke Jepang dan mengikuti program penulisan kreatif di Iowa City, Amerika Serikat. Sekembalinya ke Indonesia, Putu Wijaya langsung bermain dalam drama Festival Teater Sedunia (1975) di kota Paris.
Berawal dari situ, perjalanan karier Putu Wijaya sebagai pemain teater melejit. Tak hanya main di banyak teater, dirinya juga dikenal sebagai penulis naskah drama, penulis novel dengan aliran baru, serta berbagai cerpen. Diperkirakan sudah ada lebih dari 30 cerita yang dihasilkan.
Berderet penghargaan berhasil didapatkan Putu Wijaya, antara lain: SEA Write Award (1980) di Bangkok, Professional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto, Jepang (1991-1992), Anugerah Seni dari Gubernur Bali (1993), Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan Presiden RI (2004), dan masih banyak lagi.
Darwis Triadi: Pilot yang Jadi Fotografer
Sebagai pelaku ekonomi kreatif dari subsektor fotografi, Sobat Parekraf tentu sudah familiar dengan nama Darwis Triadi, bukan? Lahir di Surakarta pada 15 Oktober 1954, Darwis Triadi merupakan fotografer legendaris yang terkenal dengan karya-karya ciamik.
Kemampuan memotret dari seorang fotografer yang awalnya mengambil pendidikan di Sekolah Penerbangan LPPU, Curug ini ternyata didapatkan secara otodidak. Dimulai dengan membaca buku tentang fotografi dan mempraktikkannya langsung, serta mengambil kursus fotografi di luar negeri.
Memiliki kemampuan fotografi yang mumpuni dan sering diundang sebagai pembicara, Darwis Triadi pun mendirikan sekolah Darwis Triadi School of Photography di Jakarta Selatan. Sebelumnya, fotografer profesional dengan berbagai karya terkenal ini juga telah menulis beberapa buku-buku, seperti A Rite to Passage (1996), Terra Incognita Tropicale (2007), Secret Lighting (2011), dan Indonesia Photo – To Be Different (2014). (Sumber: Kemenparekraf/Baparekraf RI/***)