Oleh | Ki Tito Gatsu
SEPERTI sudah sering saya tulis, dalam tulisan saya sebelumnya, bahwa Theologic Hamagedon atau Armagedon Theologic adalah upaya melakukan narasi politik melalui agama untuk membangkitkan masyarakat atau rakyat supaya berpikir lebih relijius tapi tanpa disadari mereka dijebak menjadi kuda perang yang akan dikendalikan para penguasa.
Armagedon Theologic adalah sebuah Psychological Warfare yang sudah ditanamkan dalam waktu yang sangat lama. B ahkan, pemerintah Orde Baru memang sengaja memeliharanya. Mereka menginginkan rakyat Indonesia lebih baik dicuci otaknya, memilih agama lebih penting dari pada melek politik!
Karena dengan agama bisa menghabiskan waktu seseorang untuk memikirkan dirinya sendiri dan tidak berpikir politik, karena berpikir politik jika berbeda dengan pemerintah bisa dianggap subversib! Atau dituduh PKI! Itulah garis merah dan masa kegelapan bangsa Indonesia sesungguhnya.
Rakyat dibuat buta politik dan tabu untuk berpikir politik, karena politik hanya hak militer dan kroni Suharto untk merampas hak rakyat Indonesia.
Radikalisme Bibit Armageddon Thelogic
Pada saat Suharto jatuh pun, setelah pemerintahan di tangan Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun, radikalisme yang merupakan bibit dari Armageddon Theologic terus dipelihara sebagai alat kekuasaan untuk menggerakkan massa.
Di Indonesia peristiwa tersebut pernah mengalami kesuksesan pada Pilkada DKI 2017 dengan Armageddon Theologic, akhirnya Anies Baswedan sukses menjadi Gubernur DKI. Sebenarnya gambaran yang memprihatinkan dari sebuah negara demokrasi dimana suara rakyat ditakut-takuti dengan bahasa-bahasa apokaliptik, seperti “jika memilih pemimpin kafir akan mendapat azab dari Allah”, “lebih baik miskin tapi punya pemimpin yang seiman”, “selamatkan umat muslim dari pemimpin thagut” dan sebagainya yang kesemuanya menciptakan ketakutan imajiner.
Dengan Theologic Hemagedon, orang sudah tidak lagi memikirkan bagaimana rekam jejak seorang yang akan menjadi pemimpin. Tapi mereka akan memilih berdasarkan iman, tak peduli yang dipilih orang bodoh atau garong sekali pun, bila perlu hoax dan fitnah dibenarkan.
Menempatkan Diri sebagai Oposisi
Saya mencoba menyajikan ringkasan dari buku kajian ilmiah karya David Cook: “Armageddon in Islam: The Black Flags of ISIS” yang diterbitkan tahun 2015.
Hamagedon Theologic biasanya memang digunakan pada pihak yang menempatkan diri sebagai oposisi.
Ketika mereka sudah berhasil, baru akan apalagi komitmen berikutnya, yang penting kekuasaan bisa didapat lebih dahulu dengan cara apa pun. Otentik sekali dengan kondisi di Indonesia dimana orang-orang politik bergabung dengan ulama untuk menjatuhkan pemerintah, tak perduli siapa pun mereka mau atheis, berbeda agama sekali pun, yang penting membela panji Islam (sebagai Armageddon Theologic) bahkan bisa menghabisi sesama Islam yang berbeda.
Tradisi apokaliptik, dengan warisan nubuat dan simbolnya, telah menandai berbagai fase sejarah Islam sejak awal hingga lompatan kualitas yang menentukan, yang diambil oleh Negara Islam Al-Baghdadi, yang menggunakan nubuatan secara sistematis dan eksplisit.
Dengan bangkitnya Negara Islam di Irak dan Suriah untuk pertama kalinya dalam hampir 2 abad, kita melihat gerakan muslim yang relatif berhasil, yang bersedia mendasarkan diri pada prediksi dan harapan apokaliptik.
Penggunaan Citra Apokaliptik
Setelah proklamasi Khilafah pada akhir Juni 2014 oleh Abu Bakar al-Baghdadi (atau dikenal sebagai khalifah Ibrahim), jelas bahwa salah satu poin propaganda utama dari Negara Islam adalah bahwa itu merupakan kebangkitan murni Islam, maka penggunaan Ibrahim untuk nama Khalifah dan merupakan negara yang akan memerangi pertempuran diprediksi dijelaskan dalam warisan apokaliptik Islam Sunni.
Dari sudut pandang propagandis murni, penekanan ini sejauh ini telah berhasil menguntungkan Negara Islam, karena ia telah mampu mendapatkan sejumlah besar rekrutan dari seluruh dunia untuk berperang.
Namun, sama jelasnya bahwa penggunaan citra apokaliptik ini tidak meyakinkan sebagian besar umat Islam, atau lebih penting lagi, para pemimpin agama (ulama) tentang kebenaran klaim mereka. Dan hal ini memang menuntut masyarakat suatu negara untuk cerdas, menggunakan akal sehat dan melek politik.
Mari kita jaga Indonesia dari infiltrasi asing dengan berani melawan Armagedon Theologic yang sudah jelas-jelas disebarkan di Indonesia untuk merongrong kewibawaan negara bahkan memecah belah umat manusia sebangsa.
Salam damai dan persatuan Indonesia.