Oleh | Sutrisno Pangaribuan
BELUM LAMA BERSELANG, kita memeringati Hari Pahlawan, yang dilatarbelakangi pertempuran Surabaya, 10 November 1945.
Pertempuran Surabaya menjadi salah satu peperangan terbesar dan tersulit yang pernah dihadapi pejuang Indonesia.
Penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan, wujud penghargaan atas perjuangan dan pengorbanan para pahlawan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Bulan November seharusnya menjadi bulan “Kepahlawanan” bagi kita, terutama bagi “anak muda”.
Kepahlawanan sejatinya hadir setiap saat, dalam berbagai bentuk, bahkan menjadi spirit utama untuk mewujudkan cita- cita bangsa dan negara Indonesia.
Presiden Joko Widodo, membuka Munas XVII HIPMI di Hotel Alila Solo, Senin (21/11/2022). Selain dihadiri Presiden, Munas XVII HIPMI juga dihadiri pimpinan Lembaga Tinggi Negara; Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI, Puan Maharani, Ketua DPR RI, La Nyala Mattalitti, Ketua DPR RI.
Presiden didampingi anggota Kabinet Indonesia Maju, yakni Erick Thohir, Menteri BUMN, Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM, serta Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri.
Turut hadir tuan rumah, Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo, dan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
MUNAS XVII HIPMI disebut sebagai ajang pertemuan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Berdasarkan data panitia, tercatat lebih dari 4000 orang pengusaha muda dari seluruh Indonesia berkumpul.
Pekan lalu, mata dunia tertuju ke Bali, Indonesia, tempat perhelatan Akbar KTT G20. Presiden Joko Widodo berhasil menjadikan Indonesia sebagai Presidensi G20 yang sukses selama setahun terakhir.
Seluruh rangkaian kegiatan semakin menunjukkan dan menegaskan betapa Indonesia memiliki peran strategis dalam bidang ekonomi dunia, pun sektor lainnya.
Ada gagasan besar yang lahir dari KTT G20, seperti “Pandemic Fund” dengan pembahasan mendalam tentang: ketegangan geopolitik global, krisis pangan, perubahan iklim, kesehatan global, dan transformasi digital. KTT G20 juga memiliki sikap terhadap perang Rusia vs Ukraina, penolakan terhadap penggunaan dan ancaman penggunan senjata nuklir.
Kurang dari 24 jam setelah dibuka Presiden Joko Widodo, Munas XVII HIPMI dikabarkan ricuh, lalu ada korban yang mengalami luka dan dibawa ke rumah sakit. Kemudian ada korban yang membuat laporan polisi terkait kericuhan tersebut.
Padahal, sebelum “tawuran” para pengusaha muda itu, Presiden Jokowi banyak memberikan arahan, terutama agar semua pihak bisa menjaga situasi tetap adem.
Presiden Jokowi menitipkan pesan kepada HIPMI agar tetap menjaga kondusivitas situasi politik dalam menghadapi dunia yang sedang tidak normal.
Presiden Jokowi juga menyajikan data bahwa ada 14 negara yang sudah menjadi pasien IMF, 28 negara lainnya sedang dalam antrien pasien.
Menurut beliau, akan ada 66 negara yang bakal jadi pasien IMF ke depan.
Menampar wajah Jokowi
Harapan yang besar dari Presiden Jokowi, sama sekali tidak dijadikan para pengusaha muda itu sebagai pemicu dan pemacu semangat “kepahlawanan baru”.
Mereka bahkan “tawuran” di kota yang akan menjadi tempat tinggal Jokowi pasca mengakhiri tugas sebagai Presiden VII RI.
Perhatian yang besar, kedekatan khusus, hingga kemudahan akses yang diberikan Presiden Jokowi kepada HIPMI justru dibalas dengan tamparan wajah di kampung sendiri.
Kehadiran Presiden Joko Widodo bersama sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara, dan anggota Kabinet Indonesia Maju, hingga Kapolri ternyata tidak dihargai oleh HIPMI.
HIPMI bahkan menunjukkan sikap tidak hormat kepada Presiden Joko Widodo, dan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan tawuran di Munas XVII HIPMI.
Dari kericuhan di MUNAS XVII HIPMI tersebut kita mendapati fakta bahwa organisasi kelompok intelektual juga tidak menjamin terselenggaranya proses berpikir yang baik.
Organisasi “pengusaha muda” yang seharusnya menunjukkan keteladanan tersebut, justru menunjukkan ekspresi yang “tidak berbeda” dengan “anak sekolahan yang suka tawuran”.
Tawuran anak sekolahan bahkan lebih gentlemen, sebab anak sekolahan tidak butuh tempat khusus berupa hotel untuk menjadi gelanggang tawuran.
Anak sekolahan tidak perlu menyelenggarakan kongres, munas, untuk fasilitasi tawuran mereka. Alasannya juga tidak didasari oleh perbedaan pandangan, atau ide dalam organisasi. Cukup saling senggol, atau rebutan pacar, tawuran anak sekolah akan terselenggara.
Dengan memakai nama Indonesia sebagai bagian dari nama HIPMI , mengharuskannya sebangun dengan karakter Indonesia.
Lebih mendalam jika dipahami bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah “Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia Berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi, dan Keadilan Sosial.
Maka, semua organisasi dalam bentuk apapun, selama menggunakan nama Indonesia, tidak dibenarkan melakukan kericuhan, kekerasan terhadap sesama dan orang lain.
Dalam konteks itu, nama Indonesia harus dimaknai sebagai “juru damai”. Kekerasan dalam bentuk dan wujud apapun, tidak boleh dilakukan oleh organisasi yang memakai nama Indonesia.
Minta maaf kepada rakyat Indonesia
Sebagai wadah pembentukan dan persiapan “pahlawan baru” pimpinan HIPMI diminta untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia sebagai pemilik “Nama Indonesia”.
Mari membiasakan diri “gentlemen” untuk bersedia mengakui hal- hal yang tidak sesuai semangat “Keindonesiaan” kita.
Nama Indonesia itu milik seluruh rakyat Indonesia, maka seluruh tindakan yang tidak sesuai dan tidak sebangun dengan cita-cita Indonesia harus dihentikan.
Terlalu mahal pengorbanan para pahlawan yang berjuang selama 350 tahun lebih, mengorbankan jiwa dan raga. Sementara kita tega merusaknya dengan tindakan- tindakan “tawuran” hanya karena kepentingan- kepentingan tertentu.
HIPMI diminta untuk segera “berdamai” dan segera menunjukkan sikap kepahlawanan. Mari bersama menggalang bantuan kepada saudara- saudara kita, korban gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Gerakan 4000 an pengusaha muda yang kumpul di Solo, akan menjadi aksi besar jika dilakukan untuk membantu saudara- saudara kita di Jawa Barat. Mari bergotong- royong, menggalang solidaritas lintas batas sebagai wujud dari “kepahlawanan baru”. Bersama masyarakat Cianjur, Jawa Barat kita “pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat”.
Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (KORNAS) dan Pembina Gerakan Perjuangan Pemulung Indonesia (GaPPI)