“PEMIMPIN yang hebat adalah pemimpin yang bisa membangun tim dan tim itu bisa berkelanjutan. Nah ini malah membentuk tim di luar. Terus setelah dia tak jadi menteri, bagaimana dengan kelanjutan programnya? Ini kan aneh.”
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, saat mengkritik pernyataan Mendikbudristek, Nadiem Makarim tentang keberadaan tim bayangan yang kemudian disebut sebagai vendor.
Rachmat Gobel pun menilai bahwa Nadiem Makarim tidak paham kebutuhan negara.
“Dengan berbagai langkah dan kebijakannya, yang kini ditambah dengan pengakuan tentang keberadaan tim bayangan ini, saya menilai sesungguhnya Mendikbudristek tak paham kebutuhan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia terhadap agenda dan tata kelola pendidikan di Indonesia,” kata Rachmat Gobel, Rabu, 28 September 2022.
Gobel menyebut hadirnya tim bayangan menunjukkan lemahnya Nadiem membangun sistem ke dalam, pembinaan sumber daya manusia di tim internal, dan paling parah tak memahami tata kelola bernegara.
Baca juga :
Dibonceng ajudan naik sepedamotor meninjau destinasi wisata mata air Pulau Batu, Hj Susanti Dewayani: “Saya merasa lega…. “
Anggaran pendidikan sangat besar
Rachmat Gobel khawatir hadirnya bahasa vendor memberi kesan ini hanya soal proyek saja. Apalagi dana pendidikan sangat besar.
Sesuai regulasi, harus 20 persen dari APBN, sehingga anggaran pendidikan sangat besar. Pada 2020 bernilai Rp508 triliun, 2021 senilai Rp550 triliun, 2022 mencapai Rp621 triliun, dan 2023 bakal lebih besar lagi.
“Bagaimana anggaran ini efektif bagi peningkatan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, kesejahteraan guru, serta ujungnya pada kualitas peserta didik. Menteri pendidikan harus bisa mempertanggungjawabkan ratusan triliun anggaran pendidikan ini,” kata Rachmat Gobel.
Baca juga :
BEGINI cara hadang serangan KOLESTEROL
Sibuk membuat jargon
Gobel menilai sebelum munculnya kontroversi keberadaan tim bayangan atau vendor berjumlah 400 orang tersebut, Nadiem Makarim juga lebih sibuk membuat jargon-jargon, seperti Kampus Merdeka atau Merdeka Belajar.
Nadiem Makarim juga dinilai sibuk bongkar-pasang sistem dan kurikulum baru, dan fokus pada digitalisasi pendidikan.
“Digitalisasi itu memang harus, tapi itu bukan yang utama. Digitalisasi ini masih menghadapi kendala jaringan, kemampuan memiliki gadget dan juga keharusan skill up gurunya,” kata Rachmat Gobel.
Politikus NasDem itu menyebut hal itu menyangkut 25 juta murid yang tersebar di lebih dari 200 ribu sekolah dan diampu 2,6 juta guru. Mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan kondisi sangat beragam.
Rachmat Gobel menyebut melalui bongkar-pasang sistem dan kurikulum membuat guru, murid, dan orang tua sibuk beradaptasi karena seringnya perubahan sistem dan kurikulum.
Padahal, kata Rachmat Gobel, pendidikan selain fokus pada program jangka panjang juga harus relevan dengan kebutuhan jangka menengah dan jangka pendek.
“Karena itu pendidikan harus melihat pada kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal itu harus dilihat pada program di berbagai kementerian dan lembaga pemerintahan,” kata dia.
Baca juga :
Sidak ke Puskesmas Singosari, Hj Susanti Dewayani: “Memastikan optimalisasi pelayanan kesehatan”
Tantangan ketersediaan pangan
Dia mencontohkan kondisi global saat ini sedang dihadapkan pada tantangan ketersediaan pangan akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan geopolitik global. Karena itu, pendidikan harus bisa mengantisipasi dalam pendidikan pertanian.
Rachmat Gobel menyebut di sisi lain dunia pertanian Indonesia sedang dihadapkan pada menuanya usia petani dan kurang tertariknya generasi milenial untuk bertani.
“Jadi, masalah ini bukan hanya menyangkut kementerian pertanian tapi juga apa solusi dari Kementerian Pendidikan. Jumlah penduduk Indonesia sangat besar, jangan sampai kita krisis pangan,” tegas dia.
Rachmat Gobel menyebut Indonesia harus masuk ke dalam teknik pertanian modern dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
#Spirit itu harus muncul dalam pendidikan pertanian, seperti di negara-negara maju, misalnya Jepang, Eropa, Australia, Amerika, bahkan Tiongkok,” kata Rachmat Gobel.
Selain itu, Indonesia sedang memasuki tahap industrialisasi. Dia menyebut Kemendikbudristek juga harus berkoordinasi dengan menteri perindustrian, menteri ESDM, menteri tenaga kerja, dan lainnya.
“Dialog dengan mereka. Apa kebutuhannya. Begitu cara kerja menteri pendidikan. Bukan sibuk membuat jargon dan bongkar-pasang sistem maupun kurikulum. Dunia pendidikan harus fokus ke era industri, yang sayangnya saya belum melihatnya dalam hampir tiga tahun ini,” kata Rachmat Gobel. (***)