Catatan | Ingot Simangunsong
SEORANG teman mengingatkan, dalam mengamati dialog-dialog bernuansa politis, hal itu setara dengan sebuah permainan, bukan pertandingan.
Permainan, karena kedua belah pihak, sedang sama-sama berkeinginan menggolkan kepentingan masing-masing pihak. Apakah itu kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dan partai, dengan sedikit polesan adanya kepentingan orang banyak (yang porsinya dikit bangat).
Begitulah yang disebut permainan politis.
Jangan tanya, bagaimana fungsi legislasi berjalan karena itu urusan internal, sedikit sekali pembahasannya menjadi porsi umum. Begitu juga fungsi budgeting, karena ada negosiasi tingkat dewa. Apalagi fungsi pengawasan, karena mereka kebanyakan menggunakan kacamata kuda.
Baca juga :
Skenario politik Merdeka – Adam Malik
Eksekutif sebagai eksekutor, bisa dihitung dengan jari, siapa-siapa yang benar-benar masuk dalam arena pertandingan, dan seberapa banyak yang asyik kemusyuk berada dalam lingkaran “permainan”.
Kata teman itu, hanya sedikit orang-orang di legislatif mau pun eksekutif apalagi di lingkaran judikatif, yang masuk dalam konten pertandingan. Menyelesaikan sebuah pertandingan dengan fair-play, dan menghasilkan sorak-sorai gembirakan semua pihak.
Kalau pun ada, mereka yang bermain di area pertandingan, akan secepatnya disingkirkan dan tidak diberikan ruang gerak lebih leluasa, karena ditakutkan akan merubah sistem permainan yang sudah terkoodinir rapi.
Makanya, kata kawan itu, ketika ditemukan seakan-akan hubungan eksekutif dan legislatif memanas atau adanya kekeruhan, sebenarnya itu hanya gambaran luarnya saja.
Nah, itu tadi, mereka sedang berada dalam ruang “permainan”.
Baca juga :
Aspirasi Partai Nasdem, PJU Tenaga Surya akan dipasang di Desa Limbong dan Dolok Merawan
Adegan demi adegan, mereka poles sedemikian rupa, seakan-akan terjadi perseteruan. Padahal, mereka sedang menjalankan proses negosiasi tingkat dewa, atas sesuatu yang sedang mereka “gaduhkan.”
Tetaplah ingat, mereka sedang dalam sebuah permainan, bukan dalam sebuah pertandingan. Itu saja!
Apa pun hasil dari “kegaduhan” yang mereka ciptakan, itu hanyalah permainan. Sorak-sorai hanya untuk kalangan sendiri, tidak untuk konsumsi orang kebanyakan.
Kalau mereka yang sedang dalam sebuah pertandingan, tujuan yang ingin mereka capai, menggolkan sebuah perjuangan bagi kepentingan orang banyak.
Orang awam – rakyat kebanyakan – mengharapkan area pertandingan. Tetapi, para legislator dan eksekutor, seakan “terpenjarakan” di kolaborasi “permainan.”
Kenapa demikian? Karena, dalam lingkaran mereka, sudah bukan rahasia umum lagi, tentang kalimat “tidak ada makan siang gratis, kawan.”
Penulis, Pimpinan Redaksi mediaonline segaris.co