ELEKTABILITAS Jokowi yang meroket secara periodik hingga mencapai 43,5% pada Desember 2013 mengonfirmasi betapa besarnya dukungan publik terhadap sosok Gubernur Jakarta tersebut.
Jokowi dianggap sebagai representasi pemimpin yang merakyat, jauh dari korupsi dan lebih fokus bekerja ketimbang mengumbar janji-janji sebagaimana yang ditampilkan capres lainnya.
Elektabilitas Jokowi, jauh mengungguli pesaing capres lain seperti Prabowo, Aburizal, Wiranto, Megawati dan Jusuf Kalla.
Setidaknya hal itu tergambar dari hasil survey Litbang Kompas secara longitudinal pada tiga waktu berjenjang, yakni Desember 2012, Juni 2013 dan Desember 2013.
Posisi terakhir hasil Survey Desember 2013: Jokowi (43,5%); Prabowo (11,1%); Aburizal (9,2%); Wiranto (6,3%); Megawati (6,1%) dan Jusuf Kalla (3,1%).
Baca juga : Demokrasi liberal bangsa Barat, bandingkan China dan Indonesia
Membatalkan sekaligus keputusan Kongres PDI-Perjuangan 2010 dan Perjanjian Batu Tulis 2009
Akibat begitu tingginya elektabilitas Jokowi 43,5% dibanding elektabilitas dirinya hanya 6,1%, maka kemudian Ketum PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri ternyata rela membatalkan keputusan Kongres PDI-Perjuangan tahun 2009 yang menetapkan bahwa Megawati Soekarnoputri sebagai Capres 2014.
Megawati Soekarnoputri juga membatalkan Perjanjian Politik Batu Tulis 2009 antara PDI-P dan Gerindra, dimana Capres 2014 adalah Prabowo dan cawapres-nya siapa pun kader PDI-P yang ditunjuk Megawati Soekarnoputri.
Padahal saat itu terjadi penolakan dari internal PDI-P secara besar-besaran dari kubu Taufik Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri terhadap sosok Jokowi!!!
Kokoh dan kekeh memutuskan Jokowi
Megawati Soekarnoputri juga membatalkan Perjanjian Politik Batu Tulis 2009 antara PDI-P dan Gerindra. Bahwa bila Paslon Capres/Cawapres Megawati/Prabowo kalah di Pilpres 2009, dan ternyata kalah, maka Capres 2014 adalah Prabowo, dan cawapresnya adalah siapa pun kader PDI-P yang ditunjuk Megawati Soekarnoputri.
Tapi pada akhirnya, karena elektabilitas Jokowi 43,5% itu jauh melampaui elektabilitas Prabowo 11,1%, maka Megawati-pun membatalkan Perjanjian Batu Tulis 2009, yaitu dengan mengajukan Jokowi sebagai Capres 2014 yang diusung PDI-Perjuangan pada 14 Maret 2014.
Dan terbukti pada akhirnya, Jokowi Capres 2014, menang lawan Prabowo dengan unggul suara 6,30% suara. Maka lahirlah Rejim Arus Perubahan yang dipimpin Presiden Jokowi 2014-2019-2024.”
“Dari pembatalan keputusan Kongres PDI-Perjuangan 2010, dan Perjanjian Batu Tulis 2009 terbukti Megawati begitu kokoh dan kekehnya dalam mengambil sebuah keputusan politik Pilpres 2014.
Megawati memilih, memutuskan dan mengajukan Jokowi sebagai Capres 2014 yang diajukan PDI-Perjuangan pada 14 Maret 2014, tepatnya 26 hari menjelang hari Pencoblosan Pileg, 09 April 2014.
Jadi belajar dari peristiwa Pilpres 2014 lalu, selama ini kesan yang terbangun di sebagian rakyat Indonesia bahwa Megawati itu akan mengistimewakan putrinya dalam Pilpres 2024, sesungguhnya tidaklah tepat.
Bahkan Bambang Wuryanto atau yang lebih dikenal sebagai Bambang Pacul pernah mengatakan ke media/pers bahwa siapa pun Capresnya, Puan Maharani adalah Cawapresnya sesungguhnya merendahkan integritas dan konsistensi sosok Megawati. Karena apa?
Mosok sih Megawati akan memilih Puan menjadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo 2024? Padahal sampai saat ini elektabilitas Ganjar sangat jauh, dan secara konsisten terus semakin melampaui dari elektabilitas Puan Maharani.
Akan berulang pada Ganjar Pranowo
Yang menjadi perhatian bersama kita semua saat ini, akankah peristiwa Pilpres 2014 lalu akan berulang dalam Pilpres 2024 nanti? Akankah nasib baik Jokowi dan Indonesia saat ini akan berulang pada Ganjar Pranowo, nanti?
Karena ada sedikit hambatan. Bahwa disinyalir kuat telah terjadi Perjanjian Politik Rahasia antara Megawati dan Prabowo di Berlin pada Juni 2019.
Salah satu poin perjanjiannya bahwa Capres 2024 adalah Prabowo, Cawapres 2024 adalah kader PDI-P yang ditunjuk Megawati Soekarnoputri.
Jadi pertanyaan tepatnya begini, “Akankah nanti elektabilitas Ganjar Pranowo mampu jauh melampaui elektabilitas Prabowo seperti yang terjadi pada Jokowi dalam Pilpres 2014?”
Sesuai dengan motto dan yang diperjuangkan Kelompok Relawan Juang Politik #DulurGanjarPranowo yang mulai bergerak sejak 09 Desember 2020, yaitu: “Ganjar Penerus Jokowi|Presiden Kita 2024-2034.”
Salam Tri-Panji DGP!! Salam Tri-Karsa DGP!!
Jakarta, 03/06/2022
Sabar Mangadoe, Penasehat Politik DPP DGP #DulurGanjarPranowo