BUYA Syafii Maarif, tokoh cendikiawan Muslim Minang, Indonesia yang berintegritas dan konsistensi tinggi, telah berpulang kepada Khaliknya. Beliau memperoleh anugerah Magsaysay Award 2008 untuk kategori Peace and International Understanding.
“Pokoknya, sepanjang pengenalan dan pergaulanku dengan Buya Syafii sejak Juni 2015, Buya Syafii Maarif sama sekali tak pernah mau diperlakukan istimewa oleh siapa pun,” kata Sabar Mangadoe, Jumat (27/05/2022).
Pada bulan November 2017 Sabar Mangadoe mengajak Gus Sholah dan Buya Syafii mendirikan (Perkumpulan) Gerakan Daulat Desa (GDD), dan (Yayasan) Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP). Dan ternyata mereka berdua bersedia.
Gus Sholah, Tokoh NU dan Buya Syafii Maarif, Tokoh Muhamadyah
Menurut Sabar Mangadoe, pada bulan Juni 2015 Gus Sholah tokoh NU, adik kandung Gus Dur yang mengenalkannya untuk pertama kali dengan Buya Syafii Maarif, tokoh Muhamadiyah.
Mereka bertiga, yaitu Sabar Mangadoe, Gus Sholah dan Buya Syafii Maarif bersama Syaiful Mashum dan Iman Partogi serta beberapa rekan lainnya berjumpa dan ngobrol santai serta egaliter, namun serius di rumahnya Gus Sholah di Jalan Tendean, Jakarta Selatan. Setelah itu, banyaklah perjumpaan demi perjumpaan terjadi.
Saat itu, Gus Sholah sudah dalam posisi harus bolak-balik Pondok Pesantren (PP) Tebu Ireng, Jombang, Jatim dan Jakarta. Sedangkan Buya Syafii Maarif sendiri seringkali ke Jakarta meskipun sehari-hari tinggal di Yogyakarta, sampai akhir hayatnya.
Sungguh, di obrolan yang pertama-kali saat itu adalah sebuah pengalaman yang terasa teramat luar biasa bagi Sabar Mangadoe. Karena dua orang tokoh besar bangsa ini, Tokoh NU dan Tokoh Muhammadiyah bersedia jumpa ngobrol secara khusus hanya dikarenakan oleh sebuah gagasan dari seseorang yang bukanlah siapa-siapa, kata Sabar Mangadoe.
Ternyata mereka berdua adalah tokoh yang menempatkan gagasan asalkan demi nilai-nilai kebajikan selalu diatas segala-nya, melampaui status sosial, ekonomi dan akademik, golongan, referensi politik, asal suku dan budaya, maupun agama dan keyakinan seseorang..
Sekilas tentang Lahirnya UKP-PIP, Kemudian BPIP
Hanya dimulai dari sebuah gagasan pada bulan Juni 2015 yang masih mentah dari Sabar Mangadoe, Syaiful Mashum dan Iman Partogi tentang bagaimana caranya memicu dan memacu terjadinya sebuah pergerakan kebajikan Pancasila.
Sampai kemudian pada akhirnya melalui kerja-kerja yang kami sebut dengan Gerakan Kebajikan Pancasila, kemudian akhirnya lahirlah Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) atau UKP-PIP melalui Peraturan Presiden, yaitu Perpres No. 54 tahun 2017.
Lalu selanjutnya tak lama kemudian UKP-PIP ini-pun ditingkatkan statusnya berdasarkan inisiatif dari Megawati Soekarnoputri dan Buya Syafii Maarif untuk menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ( BPIP) melalui Peraturan Presiden, yaitu Perpres No 7 tahun 2018.
“Kini keduanya, Gus Sholah, atau KH Salahuddin Wahid yang meninggal duluan pada tanggal 02 Februari 2020 yang lalu pada usia 77 tahun, dan kini Buya Syafii Maarif 27 May 2022 dalam usia 87 tahun telah pergi meninggalkan kita semua. Kiranya bangsa dan negara kita akan terus akan semakin membaik seperti yang selalu diperjuangkan dan dicita-citakan oleh mereka berdua,” kata Sabar Mangadoe.
Meninggal dunia pada Jumat
Buya Syafii Maarif meninggal dunia pada Jumat, 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB. Kabar ini disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam akun twitternya.
“Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tgl 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping,” tulis Haedar.
Dia mendoakan agar Buya Syafii Maarif meninggal dalam keadaan husnul khatimah dan diterima amal ibadahnya.
“Mohon dimaafkan kesalahan beliau dan doa dari semuanya,” katanya.
Selamat Jalan Buya Syafii dan Gus Sholah
Sabar Mangadoe menyampaikan ucapan, “Selamat jalan Buya Syafii Maarif, kami semua berjanji akan terus melanjutkan perjuanganmu dan Gus Sholah.
Khususnya perjuangan kalian berdua untuk membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila di segenap kalbu dan jiwa rakyat Indonesia. Membumi dalam praksis kehidupan sehari-hari dalam komunitas masyarakat Desa dan Dusun, maupun Kelurahan dan RW/RT.
Membumikan Pancasila sebagai ideologi negara menjadi pedoman bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Rilis/***)