Dan dilaporkan ke Polres
SAMOSIR — SEGARIS.CO — Nurbetty Sitanggang, seorang Kepala Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, menyampaikan keberatannya terhadap pemberitaan yang menyoroti dirinya tanpa adanya upaya konfirmasi dari pihak media.
Ia menilai pemberitaan tersebut sarat dengan sentimen pribadi dan tidak mencerminkan prinsip jurnalisme yang berimbang.
“Mulai dari unggahan saya di facebook sampai KTP saya dijadikan bahan pemberitaan. Saya tidak mengerti apa yang telah saya langgar atau siapa yang saya rugikan,” ujar Nurbetty kepada wartawan, Sabtu (25/04/2025).
Nurbetty mengaku terkejut saat namanya disebut dalam sejumlah pemberitaan, tanpa pernah dihubungi untuk memberikan klarifikasi.
Ia menyayangkan etika jurnalistik yang diabaikan dalam proses peliputan tersebut.
Terkait dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya yang mencantumkan profesi sebagai petani, Nurbetty menjelaskan bahwa dokumen tersebut diterbitkan pada tahun 2012, sebelum dirinya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjabat sebagai guru.
“Saat itu saya memang bekerja sebagai petani. Saya tidak mungkin mencantumkan dua pekerjaan sekaligus di KTP. Sekarang pun, setelah mengajar saya tetap bertani. Jadi saya tidak merasa ada kebohongan publik di situ,” katanya.
Nurbetty juga menegaskan bahwa selama ini tidak pernah ada hambatan administratif dalam menggunakan KTP tersebut.
Namun, ia menyatakan kesediaannya mengganti data jika terdapat ketentuan yang mewajibkan ASN mencantumkan profesinya secara spesifik di dokumen identitas.
Isu tentang dirinya semakin mencuat setelah viralnya peristiwa di SMP Negeri 1 Sianjurmulamula, yang melibatkan seorang guru dan Kepala Dinas Pendidikan.
Salah satu media daring turut mengaitkan Nurbetty dengan peristiwa tersebut berdasarkan unggahannya di sebuah grup Facebook, seolah-olah ia memperkeruh situasi.
“Padahal saya hanya menulis tentang pentingnya loyalitas kepada pimpinan. Tidak ada menyebut nama ataupun mengomentari kasus di sekolah itu,” katanya.
Nurbetty menyatakan tidak pernah dimintai konfirmasi terkait isi unggahan tersebut sebelum diberitakan.
Akibat pemberitaan yang dianggap tidak berimbang, ia telah mengirim surat kepada redaksi media terkait untuk meminta hak jawab atau koreksi.
“Saya sudah dua kali mengirim surat permintaan ralat. Bila memang pemberitaan tersebut sesuai aturan, silakan diabaikan. Tapi jika tidak, seharusnya diberikan ralat. Namun sampai sekarang belum ada tanggapan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Nurbetty menyoroti pentingnya media sebagai sarana pendidikan publik. Ia mengingatkan agar wartawan menjunjung etika jurnalistik, termasuk prinsip keberimbangan dan konfirmasi.
“Saya membaca pedoman media siber, di situ jelas disebutkan bahwa berita harus terkonfirmasi dan berimbang. Tapi dalam kasus saya, itu tidak terjadi. Bahkan setelah saya mengirim surat ke redaksi, pemberitaan terus berlanjut,” ucapnya.
Nurbetty juga mengungkapkan bahwa dirinya dilaporkan ke Inspektorat dan Polres Samosir, dengan tuduhan memengaruhi kerja jurnalistik hanya karena ia mengajukan surat permintaan ralat yang dianggap sebagai bentuk intervensi.
“Lucu saja, seolah-olah saya tidak boleh bermedia sosial. Surat saya pun disebut intervensi, padahal saya hanya mengajukan hak koreksi. Apapun itu, kita ikuti saja prosesnya,” tutupnya. [Hatoguan Sitanggang/***]