Oleh: Vice RLYS
Keberadaan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang memicu polemik di berbagai kalangan.
Struktur yang membentang sepanjang 30 kilometer itu dianggap menghambat akses nelayan dan melanggar regulasi tata ruang.
Pembangunan pagar yang berlangsung sejak Agustus 2024 ini disebut dilakukan tanpa izin resmi, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pagar Laut: Manfaat dan Dampak Negatif
Secara umum, pagar laut kerap digunakan di kawasan tropis seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam sebagai pemecah gelombang serta untuk meminimalkan erosi pantai.
Namun, di sisi lain, keberadaannya juga berpotensi menimbulkan permasalahan baru, terutama bagi nelayan yang bergantung pada laut sebagai mata pencaharian utama.
Dalam kasus di Tangerang, pagar laut ini membatasi akses para nelayan untuk melaut. Mereka terpaksa mencari jalur alternatif yang lebih jauh dan berisiko, yang pada akhirnya berpotensi menurunkan hasil tangkapan serta meningkatkan biaya operasional.
Anggota Polsek Harian Samosir ditemukan meninggal GANTUNG DIRI
Sertifikasi Lahan di Wilayah Pesisir
Salah satu aspek yang menimbulkan tanda tanya besar adalah kepemilikan sertifikat di area yang seharusnya menjadi wilayah publik.
Berdasarkan laporan Kompas.com (21/1/2025), pagar laut di Tangerang memiliki 263 bidang Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan 17 bidang Sertifikat Hak Milik (SHM). Dari total HGB tersebut, PT IAM menguasai 234 bidang, PT CIS memiliki 20 bidang, dan 9 bidang dimiliki perorangan. Sementara itu, 17 bidang SHM tercatat atas nama Surhat Haq.
Keberadaan sertifikat ini menuai kritik karena secara hukum, lahan di luar garis pantai seharusnya tidak dapat dimiliki secara pribadi. Pasal 1 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2007 menegaskan bahwa wilayah pesisir adalah sumber daya bersama yang harus dikelola demi kepentingan masyarakat.
Selain itu, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juga menyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Tanggung Jawab Pemerintah dan Keterlibatan Masyarakat
Pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan hak-hak nelayan tetap terlindungi serta menindak tegas pihak-pihak yang membangun pagar laut secara ilegal.
Selain itu, masyarakat, terutama nelayan, perlu lebih aktif dalam melaporkan dugaan pelanggaran tata ruang yang merugikan mereka.
Sebagai solusi jangka panjang, regulasi terkait penguasaan ruang laut perlu diperkuat. Partisipasi nelayan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir juga harus ditingkatkan agar kebijakan yang diambil dapat memperhitungkan kesejahteraan mereka.
Keberlanjutan ekosistem pesisir dan kesejahteraan nelayan harus menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan. Laut bukanlah milik segelintir pihak yang mementingkan keuntungan pribadi, melainkan sumber kehidupan bagi banyak orang yang harus dikelola dengan adil dan berkelanjutan.
Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas Medan.