SAMOSIR — SEGARIS.CO — Darma Ambarita, warga Desa Unjur, Kecamatan Ambarita, menyuarakan keluhannya atas penggalian tanah yang mengelilingi rumah warisan keluarganya.
Rumah yang telah ia tempati sejak kecil itu kini menjadi sumber sengketa dengan pihak lain yang diduga memiliki hubungan keluarga jauh.
“Penggalian ini terjadi pada 6 Januari 2025 atas perintah pihak berinisial TA yang berdomisili di Pematangsiantar,” ujar Darma, Senin (20/01/2025), saat ditemui wartawan di lokasi.
Darma, yang berusia 34 tahun, menjelaskan bahwa ia dan pelaku memiliki hubungan kekerabatan hingga delapan generasi.
“Sejak masa opung kami, tanah ini selalu berbatasan dengan pihak mereka. Hubungan keluarga sudah terjalin lama, bahkan mereka kerap menjadi saksi dalam pengurusan surat tanah, begitu pula sebaliknya. Namun, saya tidak mengerti dasar pelaku menggali sekeliling rumah kami, dengan lebar sekitar 5 meter,” katanya.
Penculikan Plt Kadis PUTR Toba: Tiga pelaku ditangkap, DN masih diburu
Diwariskan orangtua
Rumah tersebut, menurut Darma, dibangun orang tuanya pada 1982 dan telah diwariskan kepadanya.
“Selama orang tua saya hidup, tidak pernah ada masalah. Tetapi setelah mereka meninggal, pihak pelaku mulai mengklaim tanah ini sejak 2019,” katanya.
Darma juga mengungkapkan bahwa pada 2019 sempat ada mediasi di kantor desa. Namun, kala itu sengketa hanya melibatkan sebidang tanah di sebelah rumah, bukan tanah yang menjadi fondasi rumah tersebut.
Kesepakatan mediasi menyebutkan bahwa kedua belah pihak tidak boleh mengelola lahan yang disengketakan.
“Namun pada 6 Januari 2025, mereka membawa alat berat dan menggali tanah di sekeliling rumah kami. Tindakan ini tidak hanya merugikan secara materi, tetapi juga membuat anak-anak saya trauma,” katanya.
Melapor ke Polres Samosir
Darma kemudian melaporkan kejadian ini ke Polres Samosir, namun pihak kepolisian meminta bukti alas hak atas tanah tersebut.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Unjur, Saudara Nainggolan, mengonfirmasi bahwa sengketa ini telah beberapa kali dimediasi.
“Pada 2024, mediasi dilakukan oleh pemerintah desa, tetapi gagal mencapai kesepakatan. Mediasi kemudian dilanjutkan di tingkat kecamatan oleh Camat Ambarita bersama Forkopimca, namun tetap tidak membuahkan hasil,” jelas Nainggolan.
Ia menambahkan bahwa saat penggalian menggunakan alat berat terjadi, aparatur desa segera turun ke lokasi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
“Kami terus berupaya mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik ini,” katanya.
Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian pihak berwenang untuk mencari penyelesaian yang adil bagi kedua belah pihak. [Hatoguan Sitanggang/***]