MEDAN – SEGARIS.CO – BAHWA setiap suku bangsa memiliki yang dapat dilihat dari budaya, bahasa, dan adat istiadatnya. Salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari setiap suku adalah rumah adatnya. Selain itu, budaya juga lahir dari perjalanan panjang setiap suku bangsanya.
Hal itu disampaikan Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Nias, Yosafati Waruwu, kepada media, Kamis (13/06/2024), di Kantor Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Jalan Diponegoro, Medan, seusai menyerahkan Surat Terbuka Kepada Penjabat (Pj.) Gubernur Sumut terkait polemik renovasi Rumah Adat Nias di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Dia mengaku lebih bangga dan merasa terhormat bila disebut Suku Ona Niha daripada Suku Nias. Demikian juga dengan sebutan Tano Niha dibanding Pulau Nias atau Kepulauan Nias.
“Sebagai salah satu suku di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini, bagi kami sebutan Ono Niha punya makna anak manusia. Dan Tano Niha bermakna Tanah Manusia. Makanya saya merasa sangat bangga dan terhormat bila disebut Ono Niha. Mengapa? Karena sebutan itu lebih mengakar secara budaya, bahasa, dan adat istiadatnya,” kTa Yosafati.
Mantan aktivis buruh era 1990-an ini menyontohkan lagu daerah yang dinyanyikan pada acara resmi pemerintah maupun dalam setiap pagelaran seni budaya, selalu menyebutkan judul lagu Tano Niha, bukan Pulau Nias.
Jadi, imbuhnya, lagu Tano Niha dan penyebutan Ono Niha dalam tari-tarian, nyanyian, ungkapan, maupun peribahasa, adalah perenungan sekaligus penjiwaan masyarakat Ono Niha terhadap jati dirinya dan tanah leluhurnya.
Ditegaskannya, penyebutan Ono Niha dan Tano Niha adalah satu kesatuan yang mempersatukan.
Bukan Tano Niha atau Ono Niha menurut administrasi pemerintahan. Lebih jauh, Tano Niha dan Ono Niha adalah identitas sebuah suku dan tanah leluhur suku.
“Jadi terkait Surat Terbuka yang saya tujukan kepada Pj. Gubernur Sumut pada hari ini yang tadi sudah saya serahkan ke bagian Tata Usaha, replika rumah adat suku Ono Niha yang baru-baru ini direnovasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut di anjungan milik Pemprov Sumut di TMII, tidak seutuhnya sebagai replika. Karena dibentuk dari rumah adat Kabupaten Nias Selatan dimana kabupaten itu adalah salah satu wilayah pemerintahan dari beberapa wilayah yang ada disana yakni Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli,” kata Yosafati.
Ketua Fraksi Nasdem DPRD Kabupaten Nias ini mengaku tidak berkeberatan dengan renovasi rumah adat Ono Niha yang dilakukan Pemprov Sumut bila sesuai dengan rumah adat Kabupaten Nias Selatan.
“Tetapi bila memang benar replika rumah adat Ono Niha dari Nias Selatan tidak sesuai dengan rumah adat yang sesungguhnya, maka sangat disayangkan Pemprov Sumut tidak menghargai dan tidak memiliki kepedulian terhadap pelestarian budaya masyarakat Provinsi Sumut,” ucapnya.
Dijelaskan mantan Staf Ahli Fraksi Nasdem DPR-RI periode 2014-2019 ini, rumah adat Ono Niha ada dua bentuk. Pertama berbentuk segi empat panjang seperti yang ada saat ini di TMII.
Kedua, berbentuk bulat yang hingga sekarang dapat ditemukan di Kabupaten Nias, Nias Barat, Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.
Keberagaman bentuk rumah adat, imbuhnya lagi, tentunya menjadi kekayaan budaya di Sumut dan juga kekayaan bentuk rumah adat nusantara.
“Oleh karenanya, dalam surat terbuka kepada Pj. Gubernur Sumut yang telah saya sampaikan tadi, saya meminta penjelasan secara terbuka perihal rumah adat Ono Niha di anjungan milik Pemprov Sumut yang ada di TMII, tentang perencanaannya, atas usulan dari lembaga mana, atau atas inisiatif dan kebijakan Pemprov Sumut sendiri?,” ujarnya.
Dalam rangka melestarikan serta memperkaya pengenalan maupun pengetahuan generasi muda Ono Niha tentang rumah adat yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekayaan rumah adat di nusantara, Yosafati mendesak Pemprov Sumut untuk segera meninjau ulang keberadaan replika rumah adat Ono Niha yang ada di anjungan milik Pemprov Sumut di TMII saat ini.
Untuk melestarikan dan memperkaya keberadaan rumah adat di Sumut, dia menyarankan agar pembangunan rumah adat Ono Niha di anjungan tersebut dilakukan dengan menggabungkan dua bentuk rumah adat Ono Niha yakni yang berbentuk bulat dan berbentuk segi empat panjang. [Sipa Munthe/***]