PEMATANGSIANTAR – SEGARIS.CO – DAULAT Sihombing SH, MH, Miduk Panjaitan, SH dan Gita Tri Orlanda, SH, Advokat pada Perkumpulan Sumut Watch, mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi Medan terhadap Putusan Perkara Nomor: 73/Pdt.G/2023/PN Pms antara Ir Robert Edison Siahaan (RE Siahaan/pembanding) melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (terbanding I), Menteri Keuangan RI (terbading II), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pematangsiantar (terbanding III) dan Ahli Waris dari almarhum Esron Simamora yakni Juliana Yukiko Andriani Pardede dan Monang Christian Samosir (terbanding IV).
Dalam memori banding yang disampaikan tertulis ke redaksi Segaris.co, kuasa hukum menyebutkan, bahwa Penggugat/Pembanding menyatakan keberatan dan menolak secara tegas terhadap Putusan Hakim Judex Factie sepanjang mengenai putusan Dalam Pokok Perkara, berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: penggugat/pembanding menyatakan keberatan dan menolak Putusan Hakim Judex Factie secara tegas terkait putusan dalam pokok perkara, dengan berbagai alasan yang dikemukakan.
Salah satunya, Hakim Judex Factie dinilai tidak mempertimbangkan fakta hukum bahwa putusan perkara pidana Penggugat/Pembanding, baik mengenai pidana pokok mau pun pidana tambahan uang pengganti, telah tuntas dieksekusi.
Putusan tersebut menyatakan bahwa terdakwa RE Siahaan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama, yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri.
Akibatnya, Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Selain itu, Terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp7.710.631.000. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Jika Terpidana tidak memiliki harta benda yang cukup, maka ada tambahan pidana penjara selama 4 tahun, sehingga total hukuman yang harus dijalani menjadi 12 tahun.
Pihak Penggugat juga menyatakan bahwa eksekusi terhadap putusan perkara hanya dapat dilakukan satu kali dan tidak berkali-kali. Namun, dalam kasus ini, KPK melakukan eksekusi dengan menyita lahan dan rumah Terdakwa, yang dinilai bersifat illegal.
Terkait dengan pengajuan memori banding, Penggugat/Pembanding meminta Majelis Hakim untuk menghukum Tergugat/Terbanding I, II, dan III untuk membayar segala kerugian Tergugat IV, apabila Alm. Esron Samosir dianggap sebagai pembeli yang baik dalam transaksi jual-beli/lelang lahan dan rumah Terdakwa.
Pengadilan Negeri Kota Siantar, melalui putusannya, menolak gugatan RE Siahaan sepenuhnya dan menghukumnya untuk membayar biaya perkara sebesar Rp500 ribu.
Sebelumnya, dalam gugatan sebesar Rp45 miliar, KPK sebagai Tergugat/Terbanding I dalam perbuatan melawan hukum dikatakan melakukan penyitaan atau perampasan terhadap objek tanah yang di atasnya bangunan milik Terdakwa, padahal tidak ada dalam putusan pidana.
Tergugat/Terbanding II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar, dikatakan melakukan pelelangan terhadap objek rumah milik Terdakwa di Jalan Sutomo Kota Siantar, yang saat ini sudah dibangun menjadi ruko berlantai tiga.
Terkait keterlibatan Tergugat/Terbanding III BPN Kota Siantar, yang mengubah sertifikat tanah milik Terdakwa atas nama Esron Samosir sebagai Tergugat/Terbanding IV, yang sejak awal tidak pernah hadir pada persidangan, sebagai pembeli atau pemenang lelang. Lahan dan bangunan itu kemudian dibangun menjadi ruko berlantai tiga. [Ingot Simangunsong/***]