JAKARTA – SEGARIS.CO – Presiden Joko Widodo dikabarkan merencanakan memberikan kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto, yang menjadi perbincangan luas. Informasi ini telah dikonfirmasi oleh Mabes TNI dan Stafsus Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak pada hari ini Rabu (28/02/2024).
Menurut SETARA Institute, kenaikan pangkat kehormatan ini dianggap tidak sah dan ilegal secara yuridis.
Hal ini disebabkan UU Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia tidak mengakui bintang kehormatan sebagai pangkat militer.
Bintang sebagai pangkat militer untuk Perwira Tinggi hanya berlaku untuk TNI aktif, bukan purnawirawan atau pensiunan.
Harapan Petrus Salestinus: Hak Angket DPR berlanjut ke Impeachment Jokowi
Dalam konteks ini, Peraturan Menteri Pertahanan No. 18 Tahun 2012 juga menimbulkan keraguan besar terkait pemberian kenaikan pangkat ini.
Kenaikan Pangkat Istimewa diberikan kepada PNS dengan prestasi luar biasa, sedangkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) diberikan kepada Prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertahanan jiwa dan raga secara langsung. Prabowo tidak memenuhi kualifikasi dalam kedua kategori tersebut.
Pemberian gelar kehormatan Jenderal Bintang Empat kepada Prabowo juga dinilai sebagai langkah politik yang merendahkan korban dan pembela HAM, terutama dalam Tragedi Penculikan Aktivis 1997-1998.
Setelah dinyatakan bersalah oleh Dewan Kehormatan Perwira dan diberhentikan dari dinas kemiliteran, memberikan gelar kehormatan kepada Prabowo dianggap bertentangan dengan hukum negara.
Dari segi etika kepublikan, langkah Presiden Joko Widodo ini juga menuai kritik. Seharusnya Presiden lebih memperhatikan kesulitan ekonomi yang dihadapi sebagian besar rakyat, daripada memberikan penghargaan kepada Prabowo untuk kepentingan politik.
Akibatnya, SETARA Institute menuntut agar Jokowi membatalkan rencana pemberian bintang kehormatan kemiliteran kepada Prabowo.
Jika tuntutan ini diabaikan, hal tersebut dapat menunjukkan bahwa Jokowi lebih memilih tindakan politik yang melawan arus aspirasi publik dan mengabaikan hak asasi manusia. [RE/***]