JAKARTA – SEGARIS.CO – DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkapkan cara-cara pungutan liar (pungli) yang dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, yang putusan sidang etiknya baru saja dibacakan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta Selatan, pada Kamis (15/02/2024).
Dewas KPK menyebutkan bahwa uang hasil pungli yang diterima oleh puluhan pegawai KPK biasanya dibagikan secara tunai di tempat-tempat umum seperti taman atau hotel.
Anggota Majelis Etik Dewas KPK, Harjono, mengatakan bahwa pungli yang diterima oleh pegawai KPK bersifat bulanan, dengan nominal yang bervariasi mulai dari Rp6 juta hingga Rp70 juta, tergantung pada permintaan fasilitas khusus yang diberikan kepada tahanan kasus korupsi di Rutan KPK.
Hasto: “PDIP berpotensi jadi OPOSISI di Pemerintahan RI Periode 2024-2029”
Harjono juga mengungkapkan modus operandi pengumpulan uang pungli di Rutan KPK, yang menggunakan sejumlah subyek yang dikenal sebagai ‘lurah’ dan ‘kortim’.
Menurut Harjono, uang bulanan tersebut diambil oleh para ‘lurah’ dari ‘kortim’ atau orang kepercayaan keluarga tahanan.
Dalam persidangan tersebut, Majelis Etik Dewas KPK juga memerinci nominal pungli yang diterima oleh sejumlah pegawai Rutan, seperti Pelaksana Tugas (Plt) Karutan yang mendapatkan Rp10 juta per bulan.
Selain itu, Koordinator Kamtib mendapatkan sekitar Rp6 juta per bulan, yang kemudian turun menjadi sekitar Rp3 juta per bulan, serta para terperiksa sekitar Rp3 juta per orang setiap bulan untuk tiga Rutan KPK.
Dewas KPK membacakan putusan kode etik untuk 90 orang pegawai KPK, dengan sidang pembacaan putusan dilakukan sebanyak enam kali dari pagi hingga sore hari.
Setidaknya 23 pegawai KPK sudah dijatuhi sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka langsung. [RE/***]