MASIH seperti kemarin, Amani Ronggur dan Amani Padotdot, memilih duduk DI POJOK Coffee Café “NABALAU”, dan berdua saja.
Tiga anak perempuan seusia Sekolah Dasar kelas 3, dengan tentengan bungkusan salak, berjalan semakin mendekat ke arah meja, dimana Amani Ronggur dan Amani Padotdot duduk berhadapan dengan dua gelas berisikan KOPI.
“Tulang, belilah salak ini, hanya 15.000 rupiah,” kata anak perempuan yang tubuhnya agak tambun menawarkan barang dagangannya kepada Amani Ronggur.
“Kukasih saja kalian bertiga, uang Rp5.000 setiap orang, tak perlu salaknya untukku, kalian jual lagi ke orang lain. Bagaimana?” tanya Amani Ronggur.
Anak perempuan itu dengan suara memelas, menyampaikan, “Tidak tulang, salaknya harus sama tulang. Kami menjual salak.”
Amani Ronggur tidak lagi melanjutkan perbincangan dan mengeluarkan uang Rp15.000 untuk sebungkus salak itu. Anak perempuan itu tersenyum, dan menyampaikan ucapan terimakasih.
“Terimakasih tulang…” kata anak perempuan itu dan bersama dua temannya, bergerak ke meja-meja lainnya.
Masyarakat Haranggaol berdoa, berangkatkan dan akan menangkan Dasa Sinaga menuju DPRD Sumatera Utara
*****
AMANI Ronggur mengamati bagaimana ketiga anak perempuan itu berusaha menyakinkan semua pengopi agar membeli salak.
Tetapi, sebegitu banyaknya orang di Coffee Café “Nabalau”, hanya Amani Ronggur yang membeli.
Kemudian, ketiga anak itu, benar-benar komit, “tidak menerima uang belas kasihan” dari pengopi-pengopi yang ada.
Tidak terasa, air bening jatuh membasahi kedua pipi Amani Ronggur.
Amani Padotdot melihat sinyal kesedihan tersebut, “sepertinya ketiga anak perempuan itu, memberi inspirasi luar biasa bagimu, sehingga tetes air mata mengalir di kedua pipimu, Amani Ronggur.”
“Hari ini, aku mendapatkan pelajaran berharga dari tiga anak perempuan tersebut. Pelajaran pertama, mereka mempertunjukkan kepada kita, bahwa kepentingan bersama adalah kepentingan di atas segala kepentingan yang ada,” kata Amani Ronggur.
Artinya, jika anak perempuan itu, hanya mementingkan dirinya sendiri, mereka terima saja pemberianku Rp5.000 setiap orang, dan tidak menjual salak.
Tetapi, mereka sangat menghargai adanya kepentingan orang lain yang mereka bawa, yakni pemilik salak.
Ketiga anak itu, sadar sesadarnya bahwa salak itulah yang memediasi mereka dapat bertemu dengan kita-kita ini.
Namun, faktanya bahwa tidak semua kita, dapat menangkap sinyal kehadiran ketiga anak perempuan tersebut,” kata Amani Ronggur.
“Wahhhhhh… luar biasa alur pikirmu hari ini, Amani Ronggur…,” kata Amani Padotdot.
“Hari ini, aku sepertinya serius menanggapi kehadiran ketiga anak perempuan itu,” kata Amani Ronggur.
Pelajaran kedua yang kudapat, adalah tentang komitmen mereka, yang tidak mau menerima uang walau para pengopi tidak membeli salak.
“Teguh sekali komitmen mereka, untuk menggolkan misi penjualan salak,” kata Amani Ronggur.
Kemudian, Amani Ronggur mendapatkan sinyal, bahwa masih banyak para pengopi, yang sibuk membicarakan sesuatu dari timur hingga ke barat, sehingga alpa memperhatikan apa yang bergerak-gerak di sekitar mereka duduk.
Contohnya, pesan yang disampaikan ketiga anak perempuan itu.
“Kau lihat Amani Padotdot, bagaimana mulut seorang politisi yang disebut wakil rakyat itu ngangap-ngangap membicarakan siapa yang jadi Capres, tetapi mengabaikan tiga anak perempuan menawarkan salak kepadanya. Kau lihat pengusaha itu, berkelakuan sama. Tidak cepat tangannya merogoh kantong untuk membeli. Jangankan membeli, matanya pun tak diarahkan kepada ketiga anak itu,” kata Amani Ronggur.
Amani Padotdot manggut-manggut. Duduk ngopi hari ini, memberi pesan tentang kepekaan membaca sinyal atau tanda-tanda di sekitar kita.
Sesungguhnya ketiga anak perempuan penjual salak itu, tidak hanya sedang berjuang bagaimana salak mereka dibeli.
Tetapi, disadari atau tidak, mereka bertiga sedang membawa pesan-pesan kebajikan, yang ternyata, tidak banyak yang mampu membacanya.
Menjadi anggota dewan (wakil rakyat), menjadi pejabat kelas kakap, menjadi pengusaha sukses malabab-labab, bukanlah ukuran untuk yang namanya peka atau peduli terhadap situasi di sekitarnya. Ini soal hati dan makna kehidupan.
Pesan; kalau ketemu dengan anak-anak yang menjual apa pun mendatangi meja pangopian, sisikanlah uang untuk membeli apa yang mereka jual, karena kehadiran mereka untuk mempertajam rasa peduli dengan sesama.
BAIKLAHHHH… Mari kita seruput habislah kopi kita ini, kata Amani Ronggur, karena tidak ada yang gratis BICARA di Coffee Café “NABALAU”.
#SalamPeduliSesama
Pematang Siantar, 13 Desember 2023
Penulis, Ingot Simangunsong Anaxi Murlan boru Silitonga, pimpinan redaksi segaris.co