Catatan | Ingot Simangunsong
POLITIK itu menurut almarhum Prof. Dr. Idrus Affandi, S.H., adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional mau pun nonkonstitusional.
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Intinya, politik tak seburuk yang didefinisikan dan dirasakan masyarakat. Bahkan, politik adalah sesuatu yang mulia karena dengan politik berbagai keputusan penting dan berguna bagi masyarakat diciptakan.
Dengan politik, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dapat terwujud.
Idealnya demikian, menurut teori yang disampaikan para ahli politik, tetapi kerja nyatanya atau praktiknya di tengah masyarakat, politik bergerak dengan apa yang disebut untuk kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan kepentingan partai, semakin jauh dari apa yang disebut SENI dan ILMU.
(Nb: Almarhum Prof. Dr. Idrus Affandi, SH, Guru Besar Ilmu Politik dan Sosiologi Politik, di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, adalah orangtua dari Prof. Dr. H. Juntika Nurihsan, M.Pd. dan Prof. Dr. Hj. Vismaia S. Damaianti, M.Pd.).
*****
PERKEMBANGAN politik kekinian — terkhusus di Pesta Demokrasi Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang prosesnya sedang berjalan dan akan digelar pada 14 Februari 2023 — adalah sebagai tampilan bagaimana skenario politik dikemas dengan mengikuti selera masing-masing partai politik yang berkolaborasi di sebuah rumah kebersamaan atas nama kepentingan pribadi, kelompok dan partai.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pesta Demokrasi, telah menetapkan tiga Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, yakni Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (1), Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka (2) dan Ganjar Pranowo – Mahfud MD (3).
Tiga calon tersebut, setuju atau tidak setuju, terskenario dalam bentukan tiga kubu yang sedang berjuang memperebutkan kursi kekuasaan tertinggi, yaitu PRESIDEN.
Skenario gagasan, ide dan gimik, menjadi salah satu topik yang disajikan pada tataran yang terkesan suka-suka. Ketidakcakapan berbicara, ketidakpahaman atas istilah bidang tertentu, menjadi sebuah lelucon. Tidak dijadikan alat cermin diri, dan cukup dilapis dengan kata khilaf.
Kenapa demikian? Karena skenario itu, mau tidak mau, suka tidak suka, harus tetap dijalankan.
Skenario — konyolnya — setiap waktu dapat berubah atau diplintir, untuk mempermulus jalan menuju KEKUASAAN. Apalagi, perubahan itu, untuk menyelamatkan calon dari ruang dipermalukan, karena ketidaksiapan atau ketidaksanggupan dalam mempertahankan gagasan atau ide.
*****
BAGAIMANA dengan rakyat sebagai pemilik SUARA RAKYAT adalah SUARA TUHAN, memposisikan diri di hingar bingar skenario politik yang terkesan kekanak-kanakan. Bahkan mengabaikan etika, adab dan adat.
Rakyat diharapkan tidak terperangkap pada emosional sesaat yang dapat mengganggu tatanan sosial kemasyarakatan, terpecah dan terkotak-kotak.
Rakyat dengan penguatan HATI NURANI, ditambah paham atas rekam jejak para calon presiden dan wakil presiden serta didukung data, diharapkan dapat membenteng diri dari gerakan para politjsi jahat, politisi hitam dan politisi korup.
Rakyat diharapkan mampu berdialog dengan HATI NURANI, sebelum menentukan dan menetapkan pilihan, agar tidak terbelunggu pada dukungan membabibuta dan subjektif.
Karena, objektifitas dalam mencermati skenario politik yang ditampilkan para politisi yang mempertarungkan target sebagai PENGUASA, menjadi demikian penting. Agar tidak salah menetapkan pilihan, yang akhirnya melahirkan penyesalan yang harus dijalani kurun waktu 5 tahun ke depan.
Pesta demokrasi, PESTA GEMBIRAKAN RAKYAT. Kegembiraan itu dapat saja dikemas tanpa harus mengikuti atau terperangkap skenario politiknya para politisi.
Itu tadi… di atas segalanya, bahkan melebihi skenario politik dan kemampuan pikir para politisi jahat, politisi hitam dan politisi korup, adalah HATI NURANI yang berada di puncak pikiran.
Yukkk… Rakyat sebagai pemilik SUARA RAKYAT adalah SUARA TUHAN, tetap bertahan di bingkai HATI NURANI, paham rekam jejak dan kuat dalam data.
Semoga menuju INDONESIA EMAS, rakyat tidak salah memilih pemimpin 5 tahun ke depan.
Salam DEMOKRASI. Salam HATI NURANI.
SUARA RAKYAT, adalah SUARA TUHAN. Vox populi, vox dei.
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi segaris.co, relawan Dulur Ganjar Pranowo, inisiator Jurnalis Ganjar Pranowo