JAKSA Agung, ST Burhanuddin launching Rumah Restorative Justice secara virtual di 9 Kejaksaan Tinggi yang diikuti Bupati Simalungun diwakili Wakil Bupati Zonny Waldi bersama Kajari Simalungun Bobbi Sandri dan anggota DPRD Simalungun Hendra Sukmana Sinaga di Kantor Pangulu Nagori Sidotani, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun, Sumut, Rabu (16/03/2022).
Rumah Restorative Justice itu dibuat sebagai tempat musyawarah masyarakat sebelum masuk ke ranah penegak hukum.
Jaksa Agung menyampaikan, kegiatan ini merupakan manifestasi bukti keseriusan kejaksaan dalam menjalankan salah satu fokus pembangunan hukum di Indonesia.
“Konsep keadilan restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium, yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan, oleh karena itu penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain,” kata Burhanuddin.
Menurut Burhanuddin konsep keadilan restoratif, terutama ditujukan untuk memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat, sehingga jaksa sebagai penegak hukum dan pemegang asas dominus litis.
Dalam rangka pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula, bukan lagi menitikberatkan pada pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang.
Selaras dengan nilai-nilai Pancasila
Pada hakikatnya keadilan restoratif selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila Kedua yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan untuk diperlakukan sama di muka hukum.
Juga merupakan cerminan dari Sila Keempat di mana nilai-nilai keadilan diperoleh melalui musyawarah untuk mufakat dalam penyelesaian masalah.
Burhanuddin menambahkan proses pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif membutuhkan nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat setempat.
Kejaksaan memandang diperlukan suatu ruang guna dapat menghadirkan jaksa lebih dekat di tengah-tengah masyarakat untuk dapat bertemu dan menyerap aspirasi secara langsung dari tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
Melalui ruang ini, Burhanuddin berharap dapat menjadi sebuah rumah bagi aparat penegak hukum khususnya jaksa untuk mengaktualisasikan budaya luhur bangsa Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat dalam proses penyelesaian perkara.
Oleh karena itu nama ruang tersebut diberi nama rumah Restorative Justice (Rumah RJ).
“Perlu diketahui mengapa saya namakan rumah RJ bukan kampung RJ, karena menurut saya, kampung RJ akan terikat secara spesifik oleh wilayah. Artinya kearifan dan nilai-nilai yang digali akan dibatasi wilayah kampung itu saja, sedangkan rumah RJ terkandung maksud tidak ditujukan pada masyarakat tertentu ataupun wilayah tertentu, rumah RJ harus dapat menggali dan menyerap nilai-nilai dan kearifan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat secara umum tidak terikat oleh wilayah atau lapisan masyarakat tertentu,” kata Burhanuddin.
Menghidupkan kembali peran tokoh masyarakat, agama dan adat
Burhanuddin menyebut pembentukan Rumah RJ diharapkan dapat menjadi contoh untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan penegak hukum khususnya jaksa dalam proses penegakan hukum yang berorientasikan pada keadilan substantif.
Pembentukan rumah RJ diharapkan menjadi suatu terobosan yang tepat karena dalam hal ini akan menjadi sarana penyelesaian perkara di luar persidangan sebagai solusi alternatif memecahkan permasalahan penegakan hukum tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
Selanjutnya, rumah RJ diberharapkan dapat menjadi pilot project yang nantinya dapat ditiru dan dikembangkan di wilayah lain.
Dengan kehadiran rumah RJ ini, Jaksa Agung berharap dapat menjadi rujukan penegak hukum untuk mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses penyelesaian perkara.
“Rumah RJ juga saya harapkan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara komprehensif tentang manfaat dari penyelesaian tindak pidana melalui konsep restorative justice,” ujar Burhanuddin yang juga sangat berharap adanya dukungan penuh dari gubernur, bupati, dan wali kota, serta tentunya Forkompimda.
Karena sangat disadari dukungan penuh sekalian pihak sangat berarti dalam percepatan upaya mewujudkan kesejahteraan hukum bagi masyarakat, ujar Burhanuddin.
Penulis: Ingot Simangunsong