Oleh | Sutrisno Pangaribuan
AKSI nekat Roida Tampubolon (Roida), perempuan pelempar sandal dan air mineral ke arah rombongan Presiden Joko Widodo hingga kini masih hangat.
Media pers masih terus berupaya menyuguhkan berbagai informasi tentang Roida. Akibatnya publik sama sekali tidak mendapat asupan informasi apa pun terkait maksud dan tujuan aksi ngumpul ribuan orang tersebut.
Roida berhasil menyerap semua energi dari kegiatan yang pasti memakan biaya besar, bertajuk: RELAWAN!
Hingga saat ini, tidak ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas kericuhan tersebut. Panitia penyelenggara bungkam, padahal dalam foto dan video yang beredar, Roida jelas mengalungi tanda peserta.
Surat dari Manila untuk Budiman Sudjatmiko, “SUDAH MATIKAH nurani kemanusiaanmu”
Roida jelas adalah peserta pertemuan, bukan penyusup. Lalu kenapa kegiatan dengan pengamanan VVIP kecolongan? Maka panitia harus bertanggung jawab atas semua akibat dari aksi Roida.
Polisi periksa panitia penyelenggara
Meski tidak mengancam keselamatan Presiden Jokowi, namun aksi Roida harus ditanggapi dengan serius. Ada kesalahan yang harus dievaluasi, terkait prosedur tetap (protap) pengamanan tamu VVIP.
Panitia penyelenggara harus diperiksa oleh polisi sesuai izin keramaian yang dimiliki. Bagaimana Roida yang diklaim “ODGJ” bisa masuk gedung pertemuan dengan tanda peserta resmi? Siapa orang mengundang atau mengajak Roida ikut kegiatan? Hal tersebut lebih bermanfaat dibahas daripada memojokkan Roida dengan semua label yang diberikan.
Jika pun Roida benar-benar ODGJ, maka pihak yang bertanggung jawab adalah panitia. Bagaimana mungkin ODGJ memiliki undangan resmi hingga memiliki tanda peserta resmi masuk dalam gedung pertemuan yang dihadiri oleh Presiden Jokowi dan keluarganya (menantu dan putrinya)? Bagaimana koordinasi panitia penyelenggara dengan Polrestabes Medan dan Polda Sumatera Utara?
Maka untuk menjawab berbagai pertanyaan publik, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Kemana para aktivis perempuan dan Komnas Perempuan?
Aksi nekat Roida dengan seluruh tuduhan kepadanya seharusnya mendapat perhatian dari para aktivis perempuan dan Komnas Perempuan.
Mengapa petugas yang menangkap dan melumpuhkan Roida bukan petugas perempuan? Lalu bagaimana protap penanganan ancaman dan gangguan yang dilakukan oleh seorang perempuan?
Para aktivis perempuan saat ini lebih sibuk mempersoalkan keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara Pemilu, sehingga lupa melakukan pendampingan terhadap perempuan seperti Roida.
Meski aksi Roida salah, baik dari tata krama maupun hukum, Roida tidak harus dihukum dengan menyebutnya secara berulang sebagai “ODGJ, orang yang pernah dilaporkan mati, hingga orang yang suka buat onar di kantor polisi”.
Pemberitaan massif terhadap profil Roida akan membuatnya semakin hancur. Maka aktivis perempuan dan Komnas Perempuan justru harus melakukan pendampingan terhadap Roida.
Sehingga Roida dengan semua permasalahan yang timbul tidak semakin terpojok dan merasa sendirian.
Gerebek Ruko perdagangan oli illegal, Polda Sumut tangkap 4 tersangka
Selamatkan Roida
Kongres Rakyat Nasional sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa aksi Roida tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Namun penanganan kasus tidak boleh merendahkan harkat dan martabat Roida sebagai manusia, perempuan.
Dalam penanganan kasus Roida, harus ada pendampingan dari aktivis perempuan, Komnas Perempuan, dinas pemberdayaan dan perlindungan perempuan.
Kedua, bahwa semua upaya membuka profil diri Roida kepada publik justru menjadi penghakiman yang menyakitkan. Roida memiliki keluarga, baik orangtua, saudara, bahkan mungkin suami, anak, dan keluarga besar. Semua berita dan informasi terkakait Roida sebaiknya dihentikan.
Ketiga, bahwa panitia penyelenggara harus bertanggung jawab atas kericuhan yang terjadi. Panitia penyelenggara juga harus menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Indonesia. Panitia bertanggung jawab atas semua berita yang timbul akibat aksi Roida yang mencoreng kehormatan lembaga presiden.
Keempat, bahwa Polri sebagai penerbit izin keramaian diminta untuk hati- hati dalam menerbitkan izin keramaian. Peristiwa pelemparan Roida sebagai peringatan dini bahwa kegiatan yang melibatkan massa besar dan dihadiri tamu VVIP harus detail, ketat, dan tidak mudah diberikan.
Kelima, bahwa diminta kepada tim protokol dan media presiden diminta untuk lebih selektif dan ketat dalam memenuhi undangan dari kelompok masyarakat. Presiden tidak perlu menghadiri kegiatan yang belum jelas maksud dan tujuannya.
Penulis, Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)