PROYEK MULTI YEARS jalan dan jembatan senilai Rp2,7 triliun yang bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Tahun Anggaran (TA) 2022, 2023, dan 2024, menjadi sorotan publik.
Pasalnya, proyek fantastis itu terkendala oleh aturan dan diduga menjadi ajang korupsi berjemaah oleh para pihak yang mencari keuntungan pribadi dan kelompok.
Tudingan dan dugaan itu dilontarkan seratusan massa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara (AMSU) dan Gerakan Masyarakat Sumatera Utara, yang dikomandoi Muhammad Fahri sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) dan Waludin Shaleh sebagai Koordinator Aksi (Koas), dalam aksi demonya di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (27/06/2023).
“Proyek multi years Rp2,7 triliun itu tidak terdaftar di KUA PPAS APBD Sumut dan DPA 2022. Bagaimana ini bisa terjadi sehingga Dinas Bina Marga Sumut tetap ngotot untuk melaksanakannya yang jelas-jelas melanggar aturan,” beber Fahri dalam orasinya di hadapan massa pendemo.
Artinya, proyek Rp2,7 triliun ini merupakan penumpang gelap di dalam APBD Sumut TA. 2022. Dan menurut mereka, wajar jika sudah terjadi indikasi pemufakatan jahat, karena proyek raksasa Rp2,7 triliun disusun hanya dalam waktu tidak lebih dari dua bulan saja.
Dengan hitungan pagu pada TA 2022 senilai Rp 500 miliar, TA 2023 senilai Rp1,5 triliun, dan TA 2024 senilai Rp 700 miliar yang dulu disebut berasal dari pinjaman investor, imbuhnya, namun ternyata dananya diambil dari APBD Sumut.
“Artinya, proyek multi years itu hanya judul yang paket pekerjaannya diambil dari APBD. Kemudian, progres kerja dibuat sesuai dokumen lelang dan kontrak sebesar 67 persen bisa berubah menjadi 33 persen atas permintaan kontraktor. Proses lelang yang pernah gagal sekali dan diduga sengaja dilakukan oleh panitia lelang karena belum terjadi kesepakatan kerjasama operasional atau KSO antara perusahaan yang disinyalir telah disiapkan sebagai pemenang lelang, yaitu PT. Waskita yang akhirnya menjadi pemenang pada proses lelang kedua,” tuding orator yang disambut massa dengan teriakan, “Rp2,7 triliun adalah uang rakyat, bukan uang jenderal!”, dan “Tolak LPJ Edy Rahmayadi!”
Dalam tuntutannya, massa mendesak DPRD Sumut untuk menolak Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Gubernur Sumut untuk APBD TA 2022.
Melalui Travel Fair, Bupati: “Pertumbuhan ekonomi bisa merata”
Selain itu, massa juga meminta KPK RI agar turun ke Sumut untuk memeriksa seluruh pejabat terkait proyek multi years Rp2,7 triliun tersebut.
Setelah berorasi selama dua jam lebih tanpa diterima seorang pun anggota DPRD Sumut, massa akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Saat dimintakan tanggapan beberapa anggota DPRD Sumut di sela-sela diskornya rapat paripurna LPJ Gubernur karena tidak korum, tak satu pun ada yang mau menanggapi permintaan massa itu. (Sipa Munthe/***)