catatan | ingot simangunsong
PRABAWO SUBIANTO — Presiden Republik Indonesia yang juga Ketua Umum DPP Partai Gerindra — menjalani roda pemerintahannya 5 tahun ke depan, dengan konsep POLITIK AKOMODASI.
Konsep ini dipopulerkan paska bertemunya Prabowo Subianto dengan Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Senin (07/04/2025).
Bagaimana sejarah konsep ini bertumbuh. Siapa konseptornya? Ini paparannya disampaikan Segaris.co.
POLITIK AKOMODASI pertama kali berkembang dalam konteks sejarah politik di negara-negara yang memiliki masyarakat majemuk atau multikultural, terutama setelah Perang Dunia II.
Namun, secara konsep, akar dari politik akomodasi bisa ditelusuri lebih jauh ke dalam teori-teori pluralisme dan konsosiasionalisme.
Berikut penjelasan ringkasnya:
1. Kapan dan di mana pertama kali berkembang
Politik akomodasi secara teoritis berkembang pada pertengahan abad ke-20, dan salah satu negara yang menjadi contoh awal penerapannya adalah Belanda, kemudian diikuti oleh Swiss, Austria, dan Lebanon.
Konsep ini semakin dikenal melalui teori “demokrasi konsosiasional” (consociational democracy) yang dikembangkan oleh ilmuwan politik Arend Lijphart pada tahun 1969.
2. Apa itu politik akomodasi?
Politik akomodasi adalah strategi politik yang digunakan untuk mengelola keberagaman (etnis, agama, budaya, bahasa, dll.) dalam satu negara dengan cara memberi ruang kepada berbagai kelompok untuk berpartisipasi dalam kekuasaan, mencegah dominasi satu kelompok atas yang lain.
3. Ciri utama politik akomodasi:
Pemerintahan koalisi besar lintas kelompok
Otonomi kelompok dalam hal tertentu
Proporsionalitas dalam representasi politik dan birokrasi
Veto bagi kelompok minoritas dalam keputusan penting
4. Contoh negara:
Belanda: Melalui sistem pilarisasi (pillarization) yang membagi masyarakat ke dalam kelompok berdasarkan agama dan ideologi.
Swiss: Dengan membagi kekuasaan antar kelompok berbahasa Jerman, Prancis, Italia, dan Romansh.
Lebanon: Melalui sistem pembagian jabatan politik berdasarkan agama (misalnya presiden harus Maronit, perdana menteri Sunni, ketua parlemen Syiah).
**************
POLITIK AKOMODASI adalah strategi dalam dunia politik untuk meredakan konflik atau perbedaan dengan cara mengakomodasi kepentingan berbagai pihak atau kelompok.
Berikut kelebihan dan kekurangannya:
Kelebihan politik akomodasi:
Mencegah Konflik Sosial dan Politik:
Politik akomodasi dapat meredakan ketegangan antar kelompok yang berbeda pandangan, suku, agama, atau ideologi.
Meningkatkan Stabilitas Nasional:
Dengan mengakomodasi semua pihak, pemerintahan bisa menciptakan suasana politik yang lebih tenang dan stabil.
Menjamin Representasi Kelompok Minoritas:
Politik akomodasi membuka ruang partisipasi bagi kelompok-kelompok yang sebelumnya terpinggirkan dalam proses pengambilan kebijakan.
Mendorong Konsensus dan Kerjasama:
Akomodasi membuka dialog dan kompromi sehingga keputusan politik lebih inklusif.
Menunjukkan Sikap Toleran dan Demokratis:
Negara atau pemerintahan tampak lebih terbuka terhadap keragaman aspirasi masyarakat.
Kekurangan politik akomodasi:
Rawan Transaksi Politik atau Politik Balas Budi:
Akomodasi bisa berubah menjadi pembagian kekuasaan yang berdasarkan kepentingan, bukan kompetensi.
Bisa Mengaburkan Akuntabilitas:
Dalam upaya merangkul semua pihak, pemerintah bisa kehilangan ketegasan dan arah kebijakan yang jelas.
Menghambat Reformasi:
Kompromi yang terlalu jauh bisa menghambat perubahan struktural yang diperlukan.
Menumbuhkan Politik Identitas yang Eksploitatif:
Kelompok tertentu bisa menggunakan politik akomodasi untuk terus menekan atau menuntut tanpa komitmen terhadap kepentingan bersama.
Ketidakefisienan dalam Pengambilan Keputusan:
Proses kompromi yang panjang bisa memperlambat pengambilan keputusan penting.
Penulis, pimpinan redaksi Segaris.co