SAMOSIR – SEGARIS.CO — Program budidaya ikan nila dengan sistem bioflok di Kabupaten Samosir mulai menunjukkan hasil positif. Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mekar sukses melakukan panen perdana di Desa Sitoluhuta, Pangururan, pada 24 Maret 2025, disaksikan Bupati Samosir, Vandiko T. Gultom.
Bupati menyampaikan apresiasi atas kerja keras Pokdakan Mekar dalam mengembangkan sistem budidaya inovatif ini.
Ia menilai hasil panen perdana yang mencapai 250 kilogram per kolam dalam kurun waktu empat bulan sudah cukup baik.
“Kami mengapresiasi pencapaian ini. Ke depan, kami berharap hasil panen bisa lebih optimal,” ujar Bupati.
Dorongan untuk beralih ke sistem bioflok
Program ini merupakan hasil sinergi Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Bupati menegaskan bahwa peralihan dari Keramba Jaring Apung (KJA) ke kolam darat sistem bioflok menjadi langkah strategis untuk menjaga kelestarian Danau Toba.
“Ternyata budidaya dengan sistem bioflok bisa berhasil. Ini dapat menjadi solusi untuk perbaikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan,” ungkapnya.
Pemerintah, lanjut Bupati, siap memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat yang tertarik mengadopsi sistem ini.
Ia juga menekankan pentingnya inovasi dalam budidaya, seperti produksi pakan mandiri untuk menekan biaya operasional. Dengan optimalisasi ini, hasil panen ditargetkan dapat meningkat hingga 500 kilogram per kolam.
Sitoluhuta menuju “Kampung Nila”
Sebagai bentuk komitmen jangka panjang, Desa Sitoluhuta didorong untuk menjadi “Kampung Nila”.
Dengan sinergi antara pemerintah dan pembudidaya, Vandiko optimistis kawasan ini dapat berkembang menjadi sentra produksi ikan nila berbasis bioflok.
Dari sisi ekonomi, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Tumiur Gultom, menegaskan bahwa budidaya bioflok memiliki prospek menjanjikan.
Teknologi ini mampu mengurangi kebutuhan pakan, karena limbah ikan diolah kembali oleh mikroorganisme menjadi sumber nutrisi tambahan.
“Hasil panen saat ini mencapai rata-rata 250 kilogram per kolam, dengan harga jual Rp30 ribu per kilogram. Artinya, Pokdakan Mekar bisa meraup pendapatan sekitar Rp12 juta per siklus panen,” jelas Tumiur.
Untuk meningkatkan produktivitas, pihaknya akan terus memberikan pendampingan serta pelatihan kepada kelompok pembudidaya.
Bahkan, praktisi dari Medan telah didatangkan guna memperkaya wawasan dan keterampilan para petani ikan di Samosir.
Harapan Pokdakan untuk dukungan lebih lanjut
Ketua Pokdakan Mekar, Cornelius Simbolon, mengungkapkan rasa bangga atas keberhasilan panen perdana ini serta apresiasi terhadap dukungan pemerintah.
Ia optimistis bahwa sistem bioflok memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Samosir.
“Kami mengajak pembudidaya ikan yang masih menggunakan KJA untuk tidak ragu beralih ke bioflok. Kami sudah membuktikan bahwa sistem ini menguntungkan,” kata Cornelius.
Ia juga berharap pemerintah dapat membantu penyediaan mesin pembuat pakan mandiri.
Menurutnya, bahan baku pakan tersedia di Samosir, sehingga keberadaan industri rumahan pelet dapat mendukung efisiensi biaya produksi.
“Kami optimis, dengan sinergi yang baik antara Pemkab Samosir dan pemerintah pusat, ke depan kita bisa memiliki home industry pembuatan pakan ikan sendiri,” katanya.
Dengan keberhasilan panen perdana ini, sistem bioflok semakin membuktikan potensinya sebagai solusi budidaya perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Kabupaten Samosir. [Hatoguan Sitanggang/***]