oleh | Herry Chandra ST
POLRI, sebagai lembaga penegak Hukum yang memiliki peran vital dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, seharusnya senantiasa berada di garis depan dalam memastikan keadilan dan melindungi Hak Asasi Manusia.
Namun, dalam prakteknya, terkadang muncul kecenderungan bahwa oknum-oknum tertentu dalam institusi Polri terlibat dalam Dinamika Politik Praktis, seperti mencampuri Pilkada atau Pemilu, melakukan intimidasi terhadap pejabat daerah seperti Plt Gubernur, wali kota, bupati, lurah, Kepala Desa (kades), serta ASN lainnya.
Hal ini tentu merusak citra Polri dan menodai kepercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom rakyat.
Polri perlu melakukan perubahan besar agar bisa menjadi lebih baik di masa depan, terutama dalam menjaga integritas dan independensinya.
Hal ini sangat merusak citra institusi dan menodai tujuan utama Polri, yaitu “Menegakkan Hukum dengan Adil dan Profesional.”
Berikut beberapa langkah Tegas yang perlu diambil untuk memastikan Polri menjadi lebih baik pada 2025 dan seterusnya:
Polri harus sepenuhnya netral dalam politik
Polri harus bersikap tegas dan jelas dalam menjaga netralitasnya, terutama dalam konteks pilkada.
Institusi kepolisian tidak boleh diperalat untuk kepentingan politik atau untuk menekan kepala daerah, baik dalam bentuk intimidasi atau manipulasi.
Peraturan yang lebih ketat mengenai netralitas Polri harus diterapkan, dan setiap pelanggaran terhadap netralitas ini harus diberi sanksi yang tegas dan transparan.
Polri harus kembali pada komitmennya untuk hanya bertindak atas dasar hukum, bukan berdasarkan tekanan politik dari pihak manapun.
Audit dan pengawasan terhadap Polri
Polri perlu diaudit secara independen oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk mengawasi kinerjanya.
Audit ini tidak hanya terkait dengan masalah keuangan, tetapi juga kinerja operasional dan integritas personel Polri.
Pengawasan ini harus melibatkan masyarakat dan lembaga eksternal seperti Ombudsman atau Komnas HAM untuk memastikan Polri bekerja secara transparan dan sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi manusia serta aturan hukum yang berlaku. Setiap penyimpangan harus diselidiki dengan tegas.
Meningkatkan kualitas profesionalisme dan etika Polri
Polri harus menjalani reformasi besar dalam hal profesionalisme. Pendidikan dan pelatihan Polri harus fokus pada etika, integritas, dan pelayanan publik yang prima.
Polri harus diajarkan untuk menjunjung tinggi keadilan, bukan untuk melayani kepentingan politik atau kekuasaan. Setiap anggota Polri harus dilatih untuk bekerja dengan transparansi, tidak terpengaruh oleh tekanan politik, dan siap mempertanggungjawabkan setiap tindakan mereka.
Pembenahan struktur internal dan pemberantasan Penyimpangan
Pembenahan struktur internal Polri sangat penting untuk menghindari praktik Nepotisme, Korupsi, atau penyalahgunaan wewenang.
Polri harus lebih terbuka terhadap pengawasan dari lembaga-lembaga pemerintahan dan masyarakat.
Penyimpangan harus ditindak tegas, dan untuk itu, perlu ada sistem pelaporan internal yang memadai serta proses hukum yang adil untuk menindak anggota Polri yang melanggar.
Polri harus menunjukkan bahwa mereka bukan hanya penegak hukum, tetapi juga yang pertama patuh pada hukum.
Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan Polri
Masyarakat harus diberikan ruang lebih luas untuk mengawasi kinerja Polri.
Melalui mekanisme pelaporan dan forum diskusi terbuka, masyarakat dapat turut serta dalam memastikan bahwa Polri bekerja sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan hukum yang berlaku.
Polri juga harus membuka akses informasi yang jelas kepada publik mengenai kinerja mereka.
Ini akan menciptakan rasa kepercayaan yang lebih besar antara Polri dan masyarakat, serta mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan.
Polri sebagai pilar keamanan yang menjaga keadilan
Polri harus kembali menjadi institusi yang menjadi contoh bagi penegakan keadilan, bukan menjadi alat kekuasaan yang bisa diperalat.
Masyarakat harus merasa aman dan dihormati oleh kehadiran Polri, yang seharusnya menjadi simbol keberpihakan pada hukum dan keadilan.
Dalam hal ini, pimpinan Polri harus memiliki keberanian untuk menegakkan hukum tanpa takut menghadapi tekanan politik dari pihak manapun.
2025 harus menjadi titik balik bagi Polri untuk memperbaiki diri. Jika Polri mampu menjaga profesionalisme, independensi, dan integritasnya, maka Polri akan kembali menjadi institusi yang dihormati, dipercaya, dan dihargai oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ini adalah langkah tegas yang harus diambil untuk mewujudkan Polri yang lebih baik, adil, dan sesuai dengan harapan rakyat Indonesia.
BANTUAN HUKUM DESA INDONESIA dapat berkontribusi untuk mencegah dan menangani intimidasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk Polri, kepada Plt gubernur, walikota, bupati, lurah, kepala desa (kades), ASN, dan lainnya dalam Pilkada serentak.
Hal ini penting untuk memastikan Pemilu yang berkualitas dan demokratis. Berikut adalah langkah konkret yang dapat dilakukan:
Membentuk tim pemantau independen
Fokus:
Memantau aktivitas intimidasi, ancaman, atau tekanan terhadap pejabat dan ASN selama Pilkada.
Aksi:
Rekrut paralegal dan jurnalis desa untuk melakukan pelaporan pelanggaran secara langsung di lapangan.
Membangun mekanisme aduan cepat bagi masyarakat dan korban intimidasi, melalui hotline atau platform digital.
Melakukan advokasi dan bantuan hukum
Fokus:
Mendampingi korban intimidasi, baik itu pejabat, ASN, maupun masyarakat umum.
Aksi:
Menyediakan konsultasi hukum gratis untuk korban intimidasi.
Mengajukan gugatan atau laporan kepada lembaga terkait, seperti Bawaslu, Ombudsman, atau Komnas HAM, jika ditemukan bukti pelanggaran.
Mendampingi korban dalam proses hukum dan menyuarakan kasus ini agar menjadi perhatian publik.
Edukasi dan peningkatan kesadaran hukum
Fokus:
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak politik mereka dan bagaimana melawan intimidasi.
Aksi:
Mengadakan seminar atau pelatihan di desa untuk menjelaskan aturan hukum terkait netralitas Polri, pejabat, dan ASN.
Mengedukasi masyarakat untuk melaporkan pelanggaran secara tertulis dan mengikuti jalur hukum yang benar.
Publikasi dan penggalangan dukungan publik
Fokus:
Menyuarakan kasus intimidasi melalui publikasi dan advokasi publik.
Aksi:
Menerbitkan laporan tahunan tentang dugaan intimidasi dalam Pilkada serentak.
Menggunakan media sosial dan jaringan jurnalis untuk mendorong diskusi tentang pentingnya netralitas aparat.
Melibatkan tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi lain untuk menekan aparat agar menjaga profesionalitasnya.
Kolaborasi dengan lembaga penyelenggara Pemilu
Fokus:
Menjamin kualitas Pemilu melalui pengawasan yang ketat.
Aksi:
Menjalin kerjasama dengan Bawaslu, KPU, Ombudsman, dan lembaga independen lainnya.
Mengusulkan aturan tambahan atau revisi kebijakan yang lebih jelas untuk mencegah intimidasi, khususnya oleh aparat.
Tujuan Akhir
Menghilangkan praktik intimidasi di semua tingkatan.
Memastikan Pemilu berjalan sesuai asas Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).
Meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia dengan menjaga integritas proses Pilkada.
Penulis, Herry Chandra ST, Pendiri | Founder BANTUAN HUKUM DESA INDONESIA