JAKARTA — SEGARIS.CO — Mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan, Edy Rahmat, mengungkapkan praktik yang terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cabang C1.
Saat memberikan kesaksian dalam persidangan dugaan pungutan liar (pungli) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/09/2024), Edy membeberkan bahwa para tahanan baru di rutan tersebut dipaksa untuk menggunakan handphone (HP) dan diwajibkan membayar iuran bulanan.
Edy menjelaskan, aturan ini merupakan kebijakan tak tertulis yang harus diikuti oleh setiap tahanan baru.
“Harus mengikuti aturan, misalnya seperti dipaksa memakai HP dan membayar bulanan,” ujar Edy di hadapan majelis hakim.
Kennedy Parapat: Mangatas Silalahi itu CERDAS dan layak pimpin Pematangsiantar
Jaksa KPK kemudian mendalami peran petugas Rutan KPK, Ramadhan Ubaidillah dan Sopian Hadi, yang kini berstatus terdakwa dalam kasus ini.
Menurut keterangan Edy, petugas tersebut mengancam akan memindahkan tahanan yang menolak menggunakan HP ke sel isolasi.
Selain itu, hak-hak mereka, seperti kebebasan berolahraga, juga akan dibatasi.
“Tahanan disuruh membersihkan ruangan dan olahraganya dibatasi,” tambah Edy.
Tak mampu melawan, Edy akhirnya mematuhi perintah petugas dan meminta istrinya untuk menghubungi kontak yang diberikan oleh petugas rutan.
Untuk mendapatkan akses ke alat komunikasi, Edy harus membayar Rp 20 juta.
Namun, istrinya hanya mampu menyerahkan Rp 17 juta sebagai pembayaran pertama.
Setelah itu, Edy diwajibkan menyetorkan uang Rp 5 juta setiap bulan kepada petugas rutan. [RE/***]