JAKARTA — SEGARIS.CO — PENGAMAT Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengkritik keras keputusan Presiden Jokowi yang membuka kembali ekspor sedimentasi laut, yang dinilai berpotensi merusak lingkungan secara masif.
“Kurang dari dua bulan sebelum masa jabatannya berakhir, Presiden Jokowi masih saja mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menyengsarakan rakyat. Salah satunya adalah izin ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut,” jelas Fahmy dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (19/09/2024).
Fahmy membandingkan kebijakan ini dengan era Presiden Megawati yang pada tahun 2003 melarang ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (SK Menperindag) Nomor 117/MPP/Kep/2/2003, yang menghentikan sementara ekspor pasir laut.
Menurut Fahmy, apa pun alasan pemerintah, ekspor sedimentasi laut pasti akan berdampak buruk pada lingkungan.
“Dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih besar dibandingkan dengan potensi pendapatan yang bisa diterima negara,” ungkapnya.
Dia juga menyinggung pernyataan Presiden Jokowi yang membantah bahwa ekspor tersebut bukanlah pasir laut, melainkan hasil sedimentasi laut.
Namun, menurut Fahmy, material tersebut tetaplah campuran pasir, tanah, dan air yang pada akhirnya memicu pengedukan pasir laut yang merusak lingkungan.
“Pengambilan pasir laut ini akan berdampak buruk pada ekosistem laut, berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil, serta mengancam kehidupan nelayan yang menggantungkan hidup dari laut,” tegasnya.
Fahmy menilai, jika tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menambah pemasukan negara, maka hal tersebut tidak tepat.
“Kementerian Keuangan sendiri mengakui bahwa pendapatan dari ekspor hasil laut, termasuk pasir laut, sangat rendah,” tutup Fahmy. [RE/***]