SAMOSIR — SEGARIS.CO — Sekretaris Daerah Kabupaten Samosir, Marudut Tua Sitinjak, membuka Pelatihan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (JITUPASNA) Tahun 2024 di Hotel Aek Rangat, Kelurahan Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, pada Selasa (03/09/2024).
Pelatihan ini akan berlangsung selama dua hari, hingga 4 September 2024, dan diikuti 20 peserta dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Samosir.
Dalam sambutannya, yang didampingi Kepala Pelaksana BPBD Sarimpol Simanihuruk, Marudut menekankan pentingnya pelatihan JITUPASNA bagi setiap OPD di Kabupaten Samosir.
Ia mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa yang bisa mengakibatkan kerugian besar, baik dari segi korban jiwa, harta benda, dampak psikologis, maupun kerusakan lingkungan.
Bencana ini bisa disebabkan oleh faktor alam maupun ulah manusia, yang dapat mengancam kehidupan dan mata pencaharian masyarakat.
Marudut juga menyebutkan beberapa bencana yang pernah terjadi di Kabupaten Samosir, seperti banjir bandang di Kenegerian Sihotang, Kecamatan Harian, serta kebakaran hutan di beberapa lokasi.
Menurutnya, peristiwa-peristiwa tersebut menegaskan pentingnya pelatihan JITUPASNA sebagai bagian dari manajemen bencana, untuk meminimalkan risiko dan dampak bencana terhadap masyarakat.
Marudut berharap seluruh peserta dapat mengikuti pelatihan ini dengan serius agar bisa menerapkan hasilnya secara efektif ketika terjadi bencana di Kabupaten Samosir.
Ia menegaskan bahwa pelatihan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam penyusunan program penanggulangan bencana, terutama dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Sementara itu, Vutry M Simarmata, dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang menjadi salah satu tenaga pengajar dalam pelatihan ini, menjelaskan pentingnya memahami dan mengaplikasikan manajemen bencana.
Ia menekankan bahwa bencana alam bisa terjadi kapan saja, dan manajemen bencana meliputi berbagai kegiatan, mulai dari pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, hingga pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi pascabencana.
Vutry juga menyoroti pentingnya proses penilaian kerusakan dan kerugian yang komprehensif pascabencana, termasuk untuk sektor pertanian dan permukiman, agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi bisa berjalan dengan optimal.
Pelatihan ini, menurutnya, akan memberikan pengetahuan praktis tentang komponen-komponen JITUPASNA, pelaporan, serta perhitungan biaya pemulihan akibat bencana, sehingga peserta dapat merespons dengan cepat dan efektif ketika terjadi bencana.
Selama sesi diskusi dan tanya jawab, peserta terlihat sangat antusias mengikuti pelatihan ini hingga selesai. [Hatoguan Sitanggang/***]