JAKARTA – SEGARIS.CO – Syahrul Yasin Limpo (SYL), mantan Menteri Pertanian, menyatakan kesediaannya untuk menerima hukuman atas kesalahannya. Namun, pada sidang yang digelar Senin (24/06/2024), SYL meminta agar jaksa mempertimbangkan keringanan tuntutan.
Sidang tersebut berfokus pada pemeriksaan SYL sebagai saksi mahkota dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian. SYL sendiri juga merupakan terdakwa dalam perkara tersebut.
“Ya, tolong ringankan saya. Saya siap menerima hukuman apapun,” kata SYL dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
SYL juga meminta agar jaksa memperhitungkan kontribusinya kepada negara selain fokus pada dugaan pemerasan Rp 44,5 miliar.
“Saya ingin memperjelas ini, Yang Mulia, agar tidak hanya berfokus pada Rp 44 miliar saja, tapi juga melihat kontribusi saya yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun setiap tahun, serta peningkatan ekspor dari Rp 280 juta menjadi Rp 600-700 triliun. Itu juga harus dihitung, Yang Mulia. Saya siap dihukum atas kesalahan saya, tetapi juga mohon pertimbangkan hasil kerja kami,” kata SYL.
Dalam pernyataannya, SYL mengakui kesalahannya dan mengekspresikan penyesalannya. Sebelumnya, sejumlah saksi mengaku diminta mengumpulkan uang miliaran rupiah untuk keperluan pribadi SYL dan keluarganya.
Para saksi juga mengungkapkan bahwa mereka sering dihubungi oleh Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta untuk memenuhi kebutuhan SYL, dengan ancaman pencopotan jabatan jika permintaan tersebut tidak dipenuhi.
“Iya, memang ada kesalahan. Salah satunya adalah saya kurang mengontrol, terlalu fokus di lapangan. Saya menyesali semuanya, tetapi tolong juga pertimbangkan hasil kerja kami,” ungkap SYL.
SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras bawahannya hingga mencapai Rp 44,5 miliar. Ia dituduh melakukan hal tersebut bersama dengan Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta. Ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Jaksa menuduh SYL selama menjabat sebagai Menteri Pertanian pada 2020-2023, memerintahkan staf khususnya, Imam, Kasdi, M Hatta, dan ajudannya, Panji, untuk mengumpulkan uang ‘patungan’ dari para pejabat eselon I di Kementan.
Uang tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi SYL, seperti perawatan kulit anak dan cucu, perjalanan ke Brasil dan Amerika Serikat, umrah, renovasi kamar anak, pembelian mobil untuk anak, pembayaran cicilan mobil, pesta ulang tahun cucu, pembelian sound system, hingga pemesanan makanan secara online.
Atas perbuatannya, SYL bersama dengan terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. [RE/***]