JAKARTA – SEGARIS.CO – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) saat ini menghadapi kritik tajam dari kalangan pengusaha dan pekerja.
Tapera, yang mengharuskan potongan sebesar 3 persen dari upah pekerja setiap bulan, dinilai tumpang tindih dengan program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan dan Pasal 37 UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menyarankan agar pemerintah lebih memaksimalkan program MLT dan ketentuan dalam Pasal 37 UU 40/2004 untuk memenuhi kebutuhan perumahan pekerja.
Menurutnya, hal ini akan mengurangi beban kewajiban pembayaran iuran Tapera bagi pekerja dan pengusaha, baik swasta, BUMN, maupun BUMD.
Tapera diatur dalam UU No. 4 Tahun 2016 serta Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2024 yang merupakan revisi dari PP No. 25 Tahun 2020.
Program ini mengharuskan semua pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan minimal upah minimum untuk menjadi peserta, dengan kewajiban pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya dan menyetorkan simpanan ke rekening peserta yang dikelola oleh bank kustodian.
Timboel mencatat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Tapera:
1. Kewajiban Kepesertaan dan Manfaat Tidak Otomatis: Pekerja dan pengusaha wajib membayar iuran sebesar 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pengusaha. Namun, pekerja tidak otomatis mendapat manfaat seperti KPR, pembangunan rumah, atau renovasi rumah, kecuali memenuhi syarat sebagai Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan belum memiliki rumah.
2. Kepastian Imbal Hasil: Dana simpanan peserta Tapera tidak memiliki kepastian imbal hasil yang jelas, berbeda dengan dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki imbal hasil minimal setara dengan rata-rata deposito bank pemerintah.
3. Tumpang Tindih Program: Program MLT BPJS Ketenagakerjaan sudah memberikan manfaat yang serupa dengan Tapera. Program ini diatur dalam Permenaker No. 17 Tahun 2021 yang menawarkan fasilitas perumahan dengan batasan uang muka hingga Rp150 juta, KPR hingga Rp500 juta, dan renovasi hingga Rp200 juta.
4. Beban Keuangan: Kewajiban membayar iuran Tapera sebesar 3 persen akan mengurangi kebutuhan konsumsi pekerja dan cash flow perusahaan. Program MLT dan Pasal 37 UU 40/2004 dapat digunakan untuk kebutuhan perumahan pekerja tanpa menambah beban iuran.
5. Prioritas Perumahan bagi Masyarakat Miskin: UU No. 4 Tahun 2016 belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan perumahan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Timboel mengusulkan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) seperti dalam Program JKN, dengan pendanaan dari APBN.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi program, Timboel mengusulkan revisi terhadap UU No. 4 Tahun 2016, terutama Pasal 7, 9, dan 18, serta revisi Permenaker No. 17 Tahun 2021 terkait ketentuan suku bunga bagi pekerja yang mendapatkan manfaat perumahan.
Kepesertaan Tapera bagi pekerja swasta diusulkan menjadi sukarela, bukan wajib, demi mengurangi beban keuangan bagi pekerja dan perusahaan. [RE/***]