Goresan | ingot simangunsong
HUJAN derasss!!! Angin kencang. Terdengar suara keras di jalan depan rumah. Seperti ada benda yang terjatuh dan terhempas ke bumi.
Bersama Ahmad Subarja, aku menuju ke arah datangnya suara dentuman keras itu.
Jalanan becek, digenangi air sebatas mata kaki. Ahmad Subarja mengarahkan senter ke depan kami.
Jarak 50 meter, kami melihat pohon asam Jawa, tumbang menutupi badan jalan.
Wak Sarman bakal sedih melihat pohon yang tumbang itu. Tidak adalagi tempat strategis buat usaha pangkas pinggir jalan, yang sudah 35 tahun ditekuninya.
Tidak adalagi sebutan “Pangkas bawa pohon asam.” Para pelanggan Wak Sarman, kehilangan tempat kenangan.
Apalagi Sukijo, pelanggan setia Wak Sarman, yang sepanjang hayatnya, tidak mau pindah ke lain hati, yakni “barbershop” yang dilengkapi ruang AC dan fasilitas yang modern.
Daulat Sihombing: Masyarakat Siantar butuh pemimpin berkualitas seperti Pardomuan Simanjuntak
Sukijo selalu mengingatkan teman-temannya, agar tidak pernah berpaling dari Wak Sarman. Ajakan itu, semata-mata agar Wak Sarman, tidak hilang rezeki karena terlindas perkembangan usaha pangkas dengan sebutan “barbershop” atau “salon”.
Walau Charles pernah menyebutkan demikian, “Kijo, kita ini sudah semakin tua, sudah tidak kuat lagi, berada di ruang terbuka, dengan debu yang bisa-bisa mengganggu pernafasan.”
Kata Sukijo, “Sepanjang jadi pelanggan Wak Sarman, belum ada kan di antara kita, yang mati saat dipangkas, atau pulang pangkas. Jika hati kita tulus, dan ikhlas untuk mempertahankan rezeki Wak Sarman, sehat-sehat sajalah kita.”
Kemudian, kepada teman-temannya, Sukijo menyebutkan, “kalau pun kenangan ini terhapus, itu hanya terjadi, ketika pohon asam itu tumbanggggg…”
Yakhhhh, hujan deras malam ini, telah menjawab apa yang disampaikan Sukijo. Pohon asam Jawa itu, sudah tumbanggg…
Saat ini, Wak Sarman didampingi Sukijo, Charles dan warga lainnya mengerumuni pohon asam tersebut.
Tangan Sukijo menepuk-nepuk pundak Wak Sarman, memberikan penghiburan dan penguatan.
“Besok kita cari tempat yang lebih bagus ya Wak… kami mendukung…,” kata Sukijo.
Wak Sarman tersenyum dan menyampaikan jawaban, “Tidak perlu mencari tempat lagi. Apa yang terjadi malam ini, adalah pesan alam semesta, yang memintaku untuk mengakhiri pelayanan sebagai pemangkas rambut. Sudah saatnya saya istirahat, Kijo. Jangan pernah melawan alam semesta.”
Charles mengambil papan nama “Pangkas bawah pohon asam Wak Sarman” yang tergeletak pecah dan lepas dari batang pohon. Kemudian diserahkannya kepada Wak Sarman.
“Kalau begitu, mari kita pulang. Udara terasa semakin dingin. Besok, semoga hari lebih cerah dan lebih ceria bagi kita yang sudah senja ini,” kata Sukijo.
Aku bersama Ahmad Subarja hanya bisa menatap ketiga lelaki tua itu, bergerak meninggalkan pohon asam Jawa yang tumbang, dan berdampak pada tumbangnya pangkas Wak Sarman.
Wak Sarman sungguh memahami pesan bahasa alam semesta bagi dirinya.
Yang pasti, Tuhan punya cara sendiri yang demikian khas, dalam mengingatkan dan menghentikan langkah kita.
Alam semesta… terimakasih …
Pematangsiantar, 18 April 2024
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi Segaris.co