TOBA – SEGARIS.CO – Kabupaten Toba, dengan ratusan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), menghadapi tantangan administratif yang signifikan.
Sekitar 50 persen dari BUMDes tersebut mengalami masalah terkait laporan bulanan, triwulanan, dan tahunan, serta pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang rawan hukum.
Pemerintahan desa enggan berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sebagai pembina, karena anggapannya bahwa Dana Desa (DD) adalah hak mutlak desa.
Rafles Sergius Gultom, Plt. Kepala PMD Kabupaten Toba (foto), menjelaskan hal tersebut pada Kamis (14/03/2024).
Pengusaha Kafe Rindu Alam dilaporkan atas kasus pengeroyokan di Samosir
Sejak Rafles Gultom menjabat, banyak desa yang merasa tidak nyaman saat PMD melakukan pembinaan.
Dia berharap agar desa-desa tersebut seiring waktu dapat lebih menerima pembinaan yang diberikan.
“Pembinaan yang kami berikan bertujuan untuk mencegah masalah pengelolaan BUMDes. Jangan tunggu sampai ada masalah baru meminta pendapat dan bantuan pembinaan. Mari bangkit dari keterpurukan,” ujar Rafles Giltom yang mengakui bahwa hampir seluruh BUMDes di Indonesia mengalami masalah.
“Inilah yang menjadi fokus PMD untuk memperbaiki pengelolaan BUMDes agar menghasilkan pendapatan yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat tanpa masalah hukum,” kata Rafles Gultom.
Menurutnya, penyelewengan terjadi karena fungsi BUMDes tidak berjalan dengan baik, terutama fungsi penasehat dan kapasitas pengurus yang kurang memiliki jiwa kewirausahaan dan tanggung jawab moral.
“Seluruh komponen kepengurusan BUMDes, termasuk Kepala Desa, direktur, sekretaris, dan bendahara, harus berkomunikasi dan menyelesaikan masalah bersama-sama melalui musyawarah desa sebelum meminta bantuan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau penegak hukum,” katanya.
PMD telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, termasuk program pembinaan tahunan untuk pengelolaan BUMDes yang sehat agar dapat berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Meski pun demikian, PMD hanya dapat memberikan pembinaan dan pendampingan, dan tidak dapat mengintervensi langsung dalam pengelolaan desa.
“Namun, jika ada temuan dari APIP, kami berharap dapat diberikan rekomendasi untuk tindak lanjut yang lebih baik,” kata Rafles Gultom. [Paber Simanjuntak/***]