MEDAN – SEGARIS.CO – PEMERIKSAAN dua saksi ahli dalam sidang perkara Mangindar Simbolon di Pengadilan Negeri Medan pada Senin (04/03/2024) mengungkap bahwa penghunjukan Hutan Tele belum final.
Menurut saksi pertama dari Ahli Kehutanan, Tumpak Siregar, kawasan Hutan Tele pernah dihunjuk sebagai kawasan hutan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada tahun 1982 oleh Menteri saat itu, namun prosesnya belum selesai.
Setelah dihunjuk, seharusnya ada pelaksanaan tata batas, pembuatan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani oleh Panitia, dan penetapan dengan Keputusan Menteri.
“Ada tiga tahapan lagi yang harus dilakukan setelah dihunjuk oleh Menteri,” kata Tumpak.
Ketika ditanya tentang peran Mangindar Simbolon dalam mengusulkan tata kawasan dari para perambah liar, Tumpak menyatakan bahwa sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tobasa, surat usul itu tidak ada masalah karena Mangindar telah menjalankan tugasnya sesuai dengan tupoksinya.
Saksi kedua, Dr. Berlian Simarmata, S.H, M.Hum, menyampaikan bahwa kasus yang dituduhkan kepada Mangindar Simbolon sudah terlalu lama, sekitar 24 tahun, dan penyelidikannya dinilai belum lengkap sehingga belum layak diajukan ke penuntutan.
Menurutnya, kerugian negara yang dituduhkan belum dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional,” tegas Berlian.
Menurut Unsur-unsur UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebabkan kerugian secara langsung harus bertanggung jawab di hadapan hukum.
“Jadi perbuatan yang menimbulkan kerugian negara, itulah penyebab timbulnya kerugian negara, dan penyebab timbulnya kerugian negara itulah pelanggar yang melakukan,” jelasnya.
Kuasa Hukum Mangindar Simbolon, Arlius Zebua S.H, M.H, menegaskan bahwa kliennya harus dibebaskan dari segala tuntutan karena persidangan ini tidak bisa membuktikan dakwaan JPU terhadap Mangindar Simbolon dengan jelas.[Hatoguan Sitanggang/***]]