JAKARTA – SEGARIS.CO – Koordinator Pelaksana Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan mengungkapkan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2 miliar untuk membangun satu jembatan, padahal sebenarnya diperkirakan cukup dengan Rp 1 miliar saja.
Pahala menyampaikan hal ini saat menjelaskan tentang praktik korupsi dalam sektor pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah, terutama dalam bidang konstruksi.
“Sudah hampir tidak ada kontraktor yang tidak memberikan ‘sesuatu’ kepada pemerintah terkait hal ini,” ujar Pahala dalam Rapat Koordinasi Nasional dan Peluncuran aplikasi e-Audit di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, pada Rabu (06/03/2024).
Deputi Pencegahan KPK ini juga mengungkapkan bahwa dalam dialog dengan asosiasi penyedia jasa konstruksi, mereka menetapkan margin sebesar 15 persen dari nilai kontrak sebagai keuntungan.
Selain itu, para kontraktor juga harus mengalokasikan sebesar 15 persen untuk suap. Jika harus melakukan perjalanan bolak-balik ke Jakarta, nilai suap bisa mencapai 20 persen dari kontrak.
Pahala menyebutkan bahwa dari nilai kontrak proyek konstruksi, sekitar 50 persen digunakan untuk keuntungan perusahaan, suap, dan PPN. Contohnya, biaya pembangunan yang seharusnya Rp 1 miliar bisa membengkak menjadi Rp 2 miliar karena praktik korupsi ini.
Namun, Pahala juga menyampaikan kabar baik dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka sedang mengembangkan database harga konstruksi dan sistem bernama Si Pasti. Sistem ini akan menetapkan harga perhitungan sendiri (HPS) dalam pengadaan barang dan jasa di sektor konstruksi.
Jika ada pejabat pemerintah dan vendor yang menetapkan HPS di atas standar Kementerian PUPR, hal tersebut akan terdeteksi dalam sistem audit digital tersebut. [RE/***]