Catatan | Ingot Simangunsong
“SAYA bingung. Dan baru di Pemilu 2024 inilah, kebingungan itu demikian menguat, sehingga saya putuskan untuk tidak memilih siapa pun. Abstain.”
Hal itu disampaikan seorang teman, sehari setelah pencoblosan pada Rabu, 14 Februari 2024.
Kata teman tersebut, memutuskan untuk tidak memilih [dalam suasana abu-abu], juga merupakan sebuah PILIHAN.
Dan menurutnya, setelah keputusan itu diwujudnyatakannya, hatinya terasa lebih PLONG. Tidak ada beban. Tidak ada rasa bersalah. Tidak ada kegaduhan dalam batin.
PLONG!!! PLONG!!! PLONG!!! Begitu batin teman itu, menyuarakan dan mengekspresikan hati nuraninya.
Warga Samosir kesulitan pasokan air bersih, Pimpinan PDAM Tirtanadi Pangururan DIKECAM
Kemudian, pikirannya lebih jernih lagi saat melihat bagaimana hasil quick count (hitung cepat) berseliweran di sejumlah stasiun televisi.
“Saya tidak lagi masuk ke ranah, yang menyebutkan bagaimana mungkin dengan tiga pasangan calon, permainan dapat dilakoni dengan SATU PUTARAN. Saya pun, sudah menguncinya pada satu pernyataan, yakni ke-LEGOWO-an dan melakukan perlawanan hukum atas keakuratan data yang tidak sebatas narasi.”
Ketika ada yang nabrak KONSTITUSI, para politisi SENAYAN malah diam, terkhusus para politisi yang punya jagoan di Pilpres. Begitu juga para akademisi yang punya kontribusi besar dalam melahirkan para politisi, juga diam. Penyelenggara Pemilu [KPU dan Bawaslu], juga tak berbuat dan malah mempermulus ruang gerak pelanggaran KONSTITUSI.
Unik memang. Karena, setelah buah pelanggaran KONSTITUSI itu masuk di sepertiga proses tahapan Pilpres, baru bermunculan cuap-cuap basi. Seharusnya, cuap-cuap tersebut, muncul sebagai alat tekan, sebelum nasi menjadi bubur.
Kalau nasi sudah menjadi bubur, maka yang dominan muncul, adalah gesekan-gesekan yang semakin menunjukkan ketidakproporsional dalam mengelola konflik.
Ada kesan, setelah nasi menjadi bubur, para petualang politik [politisi jahat, politisi hitam dan politisi korup] serta para penjilat, memanfaatkan momentum penabrakan KONSTITUSI tersebut sebagai upaya meninggikan posisi tawar, untuk mendapatkan kedudukan yang menggiurkan.
“Apa pun yang tersajikan dalam Pesta Demokrasi Pilpres, secara khusus, adalah untuk kepentingan para elit yang bermain di pusaran politik. Besok… mereka akan duduk satu meja dengan transaksi jabatan, atas nama KOLABORASI dan merangkul. Kemudian, rakyat kembali ke ruang kehidupan yang harus dilokani, dengan harga SEMBAKO yang terus naik, sementara daya beli sangat terpuruk.” [Begitu kata teman tersebut.]
Ya… ABSTAIN itu — walau kurang logis — tapi setidaknya, ada yang mampu bersikap, sehingga rasa nyaman dan aman, lebih diutamakan, ketimbang KONYOL di ruang hampa tertabraknya KONSTITUSI.
Semoga kepentingan negara [dimana rakyat damai sejahtera], dapat lebih mendominasi dan menekan para politisi jahat, politisi haram dan politisi korup untuk tidak lebih mengutamakan kepentingan kelompok, partai dan kepentingan pribadi.
Pematangsiantar, 19 Februari 2024
kedai kopi AbangkU
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi Segaris.co.