MIRIS benar nasib yang dialami kedua guru honor ini. Seperti kata pepatah, “Habis manis sepah dibuang”.
Mereka adalah Ruth Eva Rianti dan Sri Martha Situngkir.
Masing-masing mereka telah mengajar di SMP GKPI Padang Bulan, Kota Medan, selama delapan bulan dan tiga bulan.
Namun akibat adanya pergantian kepala sekolah, keduanya kemudian di – non job – kan dengan tidak diberi jam mengajar.
Akibat perlakuan Kepala Sekolah SMP GKPI berinisial SS yang dinilai keduanya tidak berkeadilan, mereka kemudian membuat pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Medan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Disnaker Kota Medan, Illyan Chandra Simbolon, melalui Kabid Penyelesaian Masalah dan Pengupahan Disnaker Kota Medan, Marisi Sinaga, kepada media, saat dikonfirmasi ke kantornya, Jalan KH. Wahid Hasyim, Medan, Kamis (07/12/2023), setelah beberapa kali konfirmasi batal karena kesibukan Marisi dalam rapat pembahasan dan penetapan Upah Minimum Pekerja (UMP) Kota Medan.
Marisi yang saat itu turut didampingi Mediator Hubungan Industrial (HI) Disnaker Kota Medan, Mymoonah Sitanggang, menjelaskan bahwa masalah “pemecatan” kedua guru tersebut oleh pihak Kepala SMP GKPI Padang Bulan, telah diselesaikan lewat mediasi yang menghasilkan Perjanjian Bersama (PB) antara pihak SMP GKPI Padang Bulan dengan kedua guru itu.
“Jadi awalnya kedua guru tersebut membuat pengaduan langsung ke Kepala Disnaker Kota Medan, sekitar bulan Agustus 2023. Oleh Pak Kadis, saya diminta untuk menyelesaikan permasalahan hubungan kerja itu,” ucapnya.
Marisi kemudian meminta Mymoonah Sitanggang sebagai Ahli Madya Mediator HI Disnaker Kota Medan untuk menjelaskan proses mediasi yang dilakukannya terhadap permasalahan hubungan kerja antara kedua guru tersebut dengan pihak SMP GKPI Padang Bulan.
Oleh Mymoonah dijelaskan bahwa awalnya pihak Disnaker Kota Medan melakukan pemanggilan kepada Kepala SMP GKPI Padang Bulan untuk klarifikasi.
“Pada panggilan pertama, kedua guru tidak hadir. Pada panggilan kedua, kedua belah pihak hadir. Namun pihak Kepala Sekolah tidak bisa mengambil keputusan. Maka pada panggilan ketiga, surat panggilan saya tujukan kepada pihak yayasan SMP GKPI Padang Bulan,” urai Mymoonah, perempuan yang mengaku sudah 28 tahun menangani kasus perselisihan kerja di Disnaker Kota Medan.
Ketua yayasan, sambung Mymoonah, menjelaskan bahwa kedua guru tersebut belum ada SK pengangkatan sebagai pegawai di sekolah tersebut. Namun sebelumnya mereka di SMP swasta itu, bekerja sebagai guru pengganti atau menggantikan tugas beberapa guru di sekolah itu.
“Lalu kemudian terjadi pergantian Kepala Sekolah disana. Kepala Sekolah yang lama pindah tugas ke sekolah lain karena dia ASN. Setelah pergantian, kemudian Kepala Sekolah yang baru membuat seleksi ke beberapa guru untuk dibuatkan SK-nya. Ternyata menurut Kepala Sekolah, mereka itu tidak layak untuk diangkat menjadi guru sehingga tidak ada SK-nya,” terang Mymoonah.
Menurut Mymoonah, berdasarkan mediasi yang dilakukannya, sebenarnya antara kedua guru itu dengan pihak yayasan, telah terjadi mis komunikasi.
Kedua guru tidak pernah menyampaikan masalahnya kepada yayasan. Demikian juga pihak yayasan tidak tahu masalah kedua guru itu dengan Kepala Sekolah.
Diungkap Mymoonah, setelah terjadi saling memaafkan antar kedua belah pihak, dirinya saat itu menanyakan kepada pihak sekolah dan yayasan, apakah kedua guru tersebut dapat kembali menjadi guru di SMP GKPI Padang Bulan.
“Mereka bilang ada, tapi tidak tahun ini. Tapi tahun depan atau beberapa tahun kemudian setelah ada nanti beberapa guru disana yang tidak lagi mengajar. Jadi untuk menggantikan. Dan saya pikir itu adalah janji yang tidak pasti. Jadi saya sarankan mereka untuk berdamai,” ungkapnya.
Dalam Perjanjian Bersama sebagai kesepakatan mediasi yang ditunjukkan Mymoonah, tertera Sri Martha Situngkir diberi uang pisah oleh SMP GKPI Rp1 juta dan Ruth Eva Rianti diberi Rp2 juta.
Namun Mymoonah menyebut bahwa dirinya tidak tahu siapa yang membayarkan uang tersebut. Apakah Kepala Sekolah atau yayasan.
Untuk mencegah supaya masalah yang sama tidak terulang kembali bagi para guru di Kota Medan, Marisi Sinaga menyebutkan Disnaker Kota Medan akan segera melakukan sosialisasi.
Diakuinya, banyak masalah yang dialami para tenaga pendidik di Kota Medan.
Mulai masalah tata cara pengupahan maupun jam lemburnya, bahkan sampai terjadinya penahanan ijazah guru oleh pihak sekolah.
“Jadi untuk ke depannya, dengan anggaran yang ada, kami bertekad untuk melakukan sosialisasi. Termasuk soal THR-nya. Tahun lalu ketika kami buka Posko THR, banyak kami temukan masalah THR. THR pun di dunia pendidikan ini sangat kurang. Dan banyak yang mengadu itu, guru-guru. Apalagi swasta,” ungkap Marisi.
Dia mengatakan, ke depannya, untuk semua sektor terutama pendidikan, akan menjadi perhatian dinasnya karena banyak tenaga pendidikan disini yang belum jelas hak-haknya.
Maka Disnaker Kota Medan, imbuhnya, akan melakukan sosialisasi untuk mencegah terjadinya masalah hubungan kerja bagi para guru, termasuk sistem tata cara pengupahannya.
Karena ada beberapa aturan yang harus dipedomani, mulai aturan ketenagakerjaan dan juga aturan dunia pendidikan.
Disebutkan Marisi juga, terkait masalah hubungan kerja pendidikan yang diadukan ke Disnaker Kota Medan berjumlah 285 kasus dan 35 kasus diantaranya diselesaikan lewat jalur mediasi.
Terpisah, Kepala SMP GKPI Padang Bulan, Sahat Sinaga, yang disambangi di ruang kerjanya, di Gedung SMP GKPI, Komplek Pamen Kodam I/BB, Padang Bulan, Medan, Jumat (08/12/2023), untuk minta klarifikasi soal adanya tudingan yang bersifat diskriminatif terhadap kedua guru tersebut, kepada media, dengan gaya arogan, mengatakan kalau masalah tersebut sudah selesai.
“Tak ada lagi masalah terkait soal itu. Semua sudah selesai,” ucap Sahat.
Ketika ditanyakan kepadanya, dasar pihak sekolah tidak memberikan jadwal mengajar kepada kedua guru tersebut, Sahat Sinaga terkesan tidak senang.
Berulangkali dia mengatakan kalau masalah tersebut sudah selesai tanpa mau menjawab hal yang ditanyakan.
Bahkan tanpa punya etika, sopan santun dan penjelasan sebagaimana layaknya sikap seorang guru, dia langsung masuk kembali ke ruangannya. (Sipa Munthe/***)