Catatan | Ingot Simangunsong
AHIMSA atau ahiṃsā atau ahingsā adalah sebuah istilah Sanskerta yang berarti “antikekerasan”. Ahimsa merupakan bagian penting dari agama Hinduisme, Jainisme, dan Buddhisme.
Konsep ini pertama kali digunakan dalam sebuah kitab Hindu yang disebut Upanishad, yang salah satu bagiannya berasal dari tahun 800 SM.
Konsep ini kemudian dijelaskan lebih lanjut di Bhagavad Gita, Puranas dan kemudian teks-teks Buddhis.
Dalam kitab Manusmrti, seorang pengikut Ahimsa adalah seorang vegetarian dan tidak membunuh atau melukai makhluk. Ahimsa adalah tugas utama dari semua kasta Hindu.
Konsep ini diperkenalkan kepada Barat oleh Mahatma Gandi. Beberapa orang berpendapat, gerakan anti-kekerasan yang dilakukan Gandhi memengaruhi gerakan kemanusiaan yang lain seperti gerakan Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela.
*****
Mahatma Gandhi itu, tokoh spiritual dan politikus India, dikenal dengan gerakan kemanusiaan, dalam upaya pembebasan India dari kuasa kolonial.
Mahatma Gandhi bergerak dengan konsep tindakan non-violence, yakni gerakan perlawanan yang tidak menyertakan kekerasan.
Mahatma Gandhi pun membangkitkan kesadaran masyarakat tertindas dengan mempraktekkan kebaikan terhadap sesama manusia tanpa memandang siapa dan dari mana asal usulnya.
Begitulah gerakan non-violence dibentuk sebagai penyikapan masyarakat India untuk turut secara aktif melawan kejahatan yang disebarkan melalui teror kolonialisme.
Kemudian gerakan tersebut diperkuat denfan gerakan HARTAL merupakan bentuk dari kesadaran masyarakat agar tidak dengan mudah bekerja sama dengan para penjajah.
Hal ini dibuktikan Gandhi melalui seruan untuk melakukan pembangkangan massal seperti pemogokan makan yang dilakukan Gandhi untuk mendesak sikap opresif penjajah di India.
Kemudian gerakan SATYAGRAHA merupakan seruan Gandhi untuk memperoleh keadilan secara ekonomi, terutama semenjak masyarakat India sadar bahwa aspek-aspek krusial bangsa seperti ekonomi dan politik telah dikuasai oleh penjajah.
Karenanya ajakan Gandhi untuk melakukan Satyagraha dapat dilakukan dengan menolak kebijakan dan peraturan yang telah dikeluarkan oleh kuasa penjajah.
Ajakan Gandhi yang terakhir agar India dapat keluar dari penjajahan dan melawan kejahatan ialah dengan gerakan SWADESI atau upaya untuk berdikari.
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat India mampu memenuhi kebutuhan bangsanya melalui komoditas dan hasil produksi yang dihasilkan bangsa sendiri.
Dengan demikian bangsa India tidak perlu bergantung dengan negara lain sehingga penjajah tidak memiliki harga tawar bagi masyarakat India.
Begitulah Mahatma Gandhi dengan 4 gerakan yang ditanamkannya dalam sendi-sendi kehidupan sosial rakyat India.
*****
BAGAIMANA dengan situasi kekinian PESTA DEMOKRASI di negeri kita yang sedang hangat-hangatnya?
Mari merenungkan apa yang disampaikan Presiden RI I, Ir Soekarno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Benarkah kita sedang berhadapan atau diperhadapkan dengan apa yang disebut Soekarno sebagai MELAWAN BANGSAMU SENDIRI!!
Jika mengamati sirkulasi perpolitikan yang rasa kebablasan dan masih bergrilyanya para koruptor yang berada di rahim partai politik, maka semakin terkuatkanlah dengan apa yang disebutkan Soekarno, “tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Para politisi, para pemikir dan para pengamat, sibuk membangun komunikasi emosional dalam menyikapi situasi perpolitik kebangsaan dan kenegarawanan.
Ramai-ramai mencari posisi strategis di salah satu kubu dan menjadikan kekuatan nalar mau pun kekayaan intelektualnya sebagai alat tekan bagi pihak tertentu.
Nafas “ahimsa”, “hartal”, “satygraha” dan “swadesi”, menjadi tidak bertempat atau diberi tempat, walau setarikan nafas saja.
Seakan-akan sikap frontal dan intonasi suara menggelegar adalah alat efektif untuk mencapai satu tujuan. Jika intonasi suara melembut, sang tokoh politik serasa tidak diperhitungkan, serasa kehilangan marwah dan serasa disepelekan.
Para politisi itu, kenyataannya tidak melirik sedikit pun kepada pesan Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Seyogianya, para politisi dari pucuk pimpinan partai hingga akar rumput, berpatokanlah pada apa yang disampaikan Soekarno tersebut bersama “Djasmerah”nya.
Para politisi dan negarawan, di momen PESTA DEMOKRASI ini, patutlah mengintrospeksi diri, bahwa sebenarnya kehadiran partai politik itu untuk kemakmuran rakyat semesta atau untuk kepentingan partai, pribadi dan kelompok saja.
Kalaulah untuk kepentingan partai, pribadi dan kelompok saja, maka hambarlah apa yang disampaikan Soekarno.
Untuk itu, rakyat diharapkan lebih cerdas dan awas dalam menentukan dan menetapkan arah politiknya bukan politik praktisnya.
Rakyat harus diberikan pencerahan, agar tidak tersedot gorengan-gorengan politisi mabok, sehingga masuk dalam pusaran politik sesat.
Rakyat harus dikuatkan tentang betapa kuat legitimasi suara mereka dalam menentukan arah pembangunan INDONESIA EMAS, dengan referensi data serta rekam jejak yang ditetapkan melalui HATI NURANI.
Rakyat tidak lagi di posisi mangggut-manggut atas informasi liar yang disampaikan para politisi jahat, politisi hitam dan politisi KORUP.
Mari tetap berdiri di garis SUARA RAKYAT, SUARA TUHAN, Vox populi, vox dei.
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi segaris.co, relawan Dulur Ganjar Pranowo, inisiator Jurnalis Ganjar Pranowo