JULI 2000… Samsul Bakri (52) lupa tanggalnya, merupakan hari nahas yang merubah perjalanan hidupnya menjadi sangat memprihatinkan sekaligus memilukan.
Angkutan kota (Angkot) Sinar Bangun trayek Kota Pematang Siantar-Perdagangan yang dikemudikannya, mengalami patah as kanan dan remnya blong.
“Saya supir angkot… waktu saya melaju dari Perdagangan, melewati kantor Polsek Bangun, musibah patah as kanan dan rem blong terjadi. Kemudi tidak dapat dikendalikan dan angkot melesat kencang ke arah kanan menabrak pohon besar,” kata Samsul Bakri warga Jalan Asahan Km 8, Nagori Dolok Hataran, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara kepada segaris.co, Rabu (15/11/2023).
Bagian depan angkot penyok dan posisi tubuh Samsul Bakri pun dalam keadaan terjepit hingga batas leher.
“Tubuh saya terjepit hingga batas leher. Saya mendapatkan pertolongan pertama di rumahsakit Vita Insani. Kemudian dirujuk ke RSUD Djasamen Saragih dan selanjutnya ke RSUD Pirngadi Medan,” kata Samsul Bakri.
6 bulan tidak siuman
Akibat kecelakaan yang dialaminya, Samsul Bakri mengalami koma (tidak siuman) selama 6 bulan.
Menurut Samsul Bakri, dua tahun sebelum mengalami kecelakaan, dirinya sudah hidup sebatang kara karena kedua orangtuanya sudah dipanggil Sang Khalik.
“Karena ketiadaan biaya, perawatan di RSUD Pirngadi tidak dilanjutkan. Saya dirawat di rumah keluarga selama tiga tahun. Kondisi saya sangat memprihatinkan sebagian tubuh saya membusuk,” kata Samsul Bakri.
Bagi Samsul Bakri, proses pemulihan yang harus dijalaninya sungguh sangat menyakitkan perasaan.
Samsul Bakri sempat merasa putus asa dan tidak inigin melanjutkan hidupnya.
“Tapi, banyak teman yang memberi nasehat dan menyemangati saya untuk meneruskan hidup ini,” kata Samsul Bakri yang setiap beraktifitas dengan cara merangkak.
Kedua tangan dan kakinya tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkannya. Pergerakannya menjadi sangat terbatas.
Tinggal di pondok ukuran 2 x 3 meter
Ada hal yang tidak ingin dipermasalahkannya dan sudah diupayakan untuk diikhlaskannya.
Hal itu dimintanya untuk tidak diungkit, ketika segaris.co menanyakan dimana rumah orangtuanya. Kenapa tinggal di pondok yang hanya berukuran 2 x 3 meter.
Pondok yang berdinding tepas dengan atap seng itu, tingginya tidak sampai 2 meter, sebenarnya layaknya kandang ayam.
Di pondokan yang berlantai semen itulah, Samsul Bakri bertempat tinggal. Di ruangan yang demikian sempit itu, hanya ada tilam tipis dibalut plastik, tempat dia merebahkan tubuh. Ada pakaian berserakan di lantai.
Untuk MCK, Samsul Bakri menumpang pada tetangga, yang untuk airnya harus berbayar Rp30.000 dan untuk listrik juga berbayar Rp30.000.
Hujan turun tak bisa tidur
Yang menjadi masalah bagi Samsul Bakri saat ini, ketika hujan turun dengan waktu panjang, kawasan pondokannya akan penuh genangan áir.
“Kalau hujan turun genangan air masuk ke pondok saya dan tempat tidur basah. Saya tidak bisa tidur,” kata Samsul Bakri yang berharap adanya uluran tangan seorang dermawan yang berkenan menolong memperbaiki pondokannya agar lebih baik sebagai tempat tinggal.
“Saya sudah lama berharap adanya bantuan tempat tidur, agar saat hujan turun, tilam tidak basah dan saya dapat tidur,” katanya.
Samsul Bakri merindukan kehadiran para dermawan agar pondoknya dapat dibenahi sehingga layaknya tempat tinggal. Kemudian, agar binatang liar sepeeti ular, tidak masuk.
Sudah 10 tahun tidak terima bantuan dari pemerintah
Kemudian, Samsul Bakri menyebutkan, bahwa dirinya sudah 10 tahun tidak mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah.
“Sebelumnya saya menerima bantuan tapi sekarang tidak ada, padahal saya sudah didata ulang. Saya tidak tahu, salah saya apa ya. Padahal saya benar-benar orang tidak mampu, cacat dan tidak memiliki rumah layak huni. Saya punya KTP dan KK,” kata Samsul Bakri yang juga menunjukkan kartu BPJS, dan KTP.
Samsul Bakri pun, bermohon kiranya pihak Dinas Sosial Pemkab Simalungun memberikan perhatian, karena situasi kehidupannya sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah.
“Saya membutuhkan sekali bantuan itu,” katanya.
Jualan belut dan ikan gabus
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Samsul Bakri berjualan belut dan ikan gabus yang sudah dibungkus plastik.
Barang dagangan yang diambil dari seorang toke ikan, digantungkan berbaris di pinggiran Jalan Asahan Km 7, Nagori Dolok Hataran, Kecamatan Siantar.
“Saya mulai berjualan pukul 10.00, sampai pukul 17.00. Jika rezeki baik, yang laku bisa 10 bungkus yang harga ikannya bervariasi antara Rp20.000 dan Rp40.000. Dari hasil penjualan itu, per bungkus saya dapat Rp2.000. Kadang mau terjual sampai 18 bungkus. Jadi penghasilan saya, antara Rp20.000 ke Rp36.000,” kata Samsul Bakri yang menyebutkan kalau dia tidak berjualan ya tidak ada penghasilan.
Setiap hari Samsul Bakri mengendarai sepedamotor yang sudah dimodifikasi jadi roda empat dan distel bisa mundur.
“Kreta ini saya beli, kebetulan ada yang jual murah. Inilah jalan-jalan saya mau jualan ikan atau kemana pun,” kata Samsul Bakri.
Sebagai catatan, Samsul Bakri melalui akun facebooknya beberapa lalu mengirim pesan ke akun grup teman_dr Susanti (Wali Kota Pematang Siantar) yang mohon uluran tangan dari Bu Wali. (Ingot Simangunsong/***)