WARGA Dusun Huta Tur, Desa Sintongmarnipi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba kecewa karena penyelidikan pencurian ratusan kayu pinus milik warga dihentikan secara tidak profesional dan berkeadilan.
Kecewa atas keputusan tersebut warga Huta Tur mengadu ke Presiden RI Joko Widodo melalui surat tertanggal 6 November 2023, dengan tembusan ke Menteri Lingkungan Hidup RI, Menteri Koordinator Politik dan Hukum RI, Kapolri, dan Kapolda Sumatera Utara.
“Kami melaporkan matinya hukum di kampung kami kepada Bapak Joko Widodo. Kami meminta perlindungan dan kepastian hukum,” kata Corner Hutapea (60), mewakili masyarakat Huta Tur mengutip isi suratnya, kepada segaris.co, Selasa (14/11/23).
Putusan penghentian penyelidikan perkara oleh Polres Toba ditetapkan pada 9 Oktober 2023 berdasarkan gelar perkara yang dilaksanakan 6 Oktober 2023.
Dalam Keputusan Nomor: S/Tap/466.c/X/2023 menyebut bahwa perkara bukan merupakan peristiwa pidana. Dalam hal ini warga disarankan agar melakukan upaya hukum lain.
Warga Huta Tur kecewa karena dalam gelar perkara pihak Polres Toba tidak menghadirkan warga sebagai pihak pelapor.
“Secara formal, gelar perkara dilakukan penyidik dengan menghadirkan pelapor dan terlapor. Dalam hal ini, warga sama sekali tidak dihadirkan,” jelas Corner.
Sudah jelas, tambah Corner, keputusan itu bertentangan dengan fakta adanya pencurian kayu oleh warga luar dusun yang bukan pemilik kayu dan lahan, sementara penebangan dan penggunaan alat berat juga tidak ada izin.
“Atau, apabila bukan tindak pidana, polisi musti membuktikan kayu itu adalah milik pencuri,” tegas Corner.
Ada apa pihak kepolisian tidak serius, akuntabel, dan transparan?
Kejanggalan penghentian penyelidikan perkara mengikuti beberapa kejanggalan lain sebelumnya membuat warga yakin bahwa pengaduan mereka tidak ditanggapi jajaran kepolisian secara serius, akuntabel, dan transparan.
Pencurian kayu pertama kali dilaporkan ke Polres Toba pada 31 Mei 2022, kemudian dilanjutkan dengan pengaduan pada 20 Juli 2022.
Namun, jelas Corner, dalam waktu setahun lebih warga belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Perkara (SP2HP), bahkan sampai perkara dihentikan.
Menurut Corner, SP2HP itu merupakan hak pelapor.
Diminta atau tidak diminta, SP2HP musti diberikan secara berkala kepada warga Huta Tur dalam hal ini sebagai pelapor.
“Ada apa di balik ketidakseriusan polisi? Sepengetahuan kami pihak kepolisian belum memeriksa apalagi menetapkan tersangka. Kami tidak menyimpulkan kepolisian main mata dengan mafia tetapi indikasinya sangat kuat,” ujar Corner.
Corner berharap mesti ada tindakan tegas pemerintah dan aparat penegak hukum agar praktik mafia sumberdaya alam seperti pencurian kayu dan illegal logging di kawasan Toba dan sekitarnya dihentikan.
“Kejadian di Huta Tur merupakan satu dari sekian banyak praktik pidana pencurian kayu di Toba, termasuk kawasan lainnya. Sudah menjadi rahasia umum,” ujarnya.
Tanah ulayat
Huta Tur merupakan areal tanah ulayat atau tanah adat yang dibuka Raja Herman Hutapea dan beberapa saudaranya pada abad ke-18.
Sedemikian rupa areal tersebut diwariskan para leluhur kepada keturunannya berupa perkampungan, lahan basah, dan lahan kering.
“Raja Herman Hutapea juga telah menentukan batas- batas hak ulayat (tanah adat) Huta Tur dan tidak boleh dikuasai dan diusahai pihak lain dan sampai saat ini masih tampak jelas batas-batas yang ditentukan tersebut,” tulis St Muliater Hutapea SH, keturunan Raja Herman Hutapea dalam bukunya “Sejarah Berdirinya Kampung Huta Tur” yang ditulis pada 1 Agustus 2015, sebagaimana diikuti Surat Pernyataan Tanah Adat Huta Tur yang ditandatangani 19 orang keturunan lainnya, 21 April 2022.
Ratusan kayu pinus yang dicuri berada di lahan kering yang ditanam, dipelihara, dan dimanfaatkan warga Huta Tur yaitu Lombang Rihit Siate, Pemakaman Huta Tur, dan kebun pribadi milik beberapa warga, termasuk Corner.
Pelaku pencurian, sesuai laporan dan pengaduan warga ke Polres Toba melibatkan cukong, penadah, pemilik alat berat, warga luar dusun, dibantu beberapa orang aparat desa dan beking kuat di belakang mereka.
Kronologi
Aksi pencurian dimulai pada 31 Maret 2022 ditandai dengan masuknya alat berat eksvakator kepiting dan skidder, penebangan dan pengangkutan glondongan kayu menggunakan dump truk sehingga mengakibatkan jalan dusun rusak termasuk bocornya dua pipa air swadaya masyarakat di pinggir jalan.
Pada 2 April 2022 warga Huta Tur melakukan aksi penutupan jalan untuk merintangi keluarnya truk bermuatan kayu hasil curian. Pada saat itu juga diketahui aktivitas tersebut tidak ada izin.
Warga yang protes tidak berdaya karena mendapat perlawanan dari sejumlah oknum, termasuk beberapa aparat desa yang diduga juga terlibat dalam aksi pencurian.
Karena tidak ada titik temu, pada 6 April 2022 warga menginformasikan kejadian tersebut ke Polres Toba.
Berdasarkan laporan Tim Unit Tipidter dalam hal ini Erwin Syahputera dan Yoan Sinaga, setelah diplot ke dalam peta, titik koordinat TKP ditentukan berada di luar kawasan hutan dengan status lahan Areal Penggunaan Lain (APL), sesuai dengan SK 6609.
Corner menjelaskan yang dimaksud dengan APL sesuai ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah areal di luar kawasan hutan negara.
“Mestinya, meski pun di APL tetap ada aturan mainnya seperti mengkonfirmasi siapa pemiliknya, demikian juga memeriksa izin penebangan dan penggunaan alat beratnya,” kata Corner.
Liar
Pada 19 April 2022 pencurian masih berlanjut. Pada hari yang sama warga Huta Tur mengadu ke Kantor Dinas Perizinan Pemkab Toba.
Menurut Kepala Dinas Perizinan Pemkab Toba, Reguel Hasadaan Sitorus, penebangan tersebut belum memiliki izin, baik izin lingkungan hidup, izin lokasi, dan izin industri konversi.
Peristiwa pencurian kayu dan keberadaan warga Huta Tur di Dinas Perizinan diliput TVRI dan ditayangkan melalui Berita Nasional pada 20 April 2023.
“Sejak itulah aksi pencurian dihentikan, padahal menurut infomasi penebangan akan berlanjut ke areal yang lebih luas lagi, dalam waktu satu tahun ke depannya,” kata Corner.
Perihal kerusakan jalan ke Huta Tur akibat aktivitas pencurian kayu sudah dilaporkan warga ke BPD Pemerintahan Desa untuk diperbaiki pada 30 Mei 2022, namun belum ada tanggapan.
Hampir satu tahun mandek, pada 20 Juni 2023 Corner mempertanyakan perkembangan laporan pengaduan ke Polres Toba dan menerima perlakuan kasar dari salah seorang oknum polisi.
Corner menduga adanya pembiaran kejahatan tindak pidana atas mandeknya penanganan kasus dan perlakuan kasar yang ia terima, sehingga melaporkan
hal tersebut ke Irwasum Polri, 22 Juni 2023.
Kapolda Sumut, dalam hal ini Ajun Kombes Musa Tampubolon selaku Kabag Wassidik Direktur Reserse Kriminal Polda Sumut menanggapi laporan tersebut, dan dalam suratnya tertanggal 28 Juli 2023 menyebut telah memberikan petunjuk dan arahan kepada Kapolres Toba.
Saat Corner dan segaris.co mempertanyakan lagi laporan pengaduan ke Polres Toba pada 9 Agustus 2023, Erwin Syahputera dan Syarifudin Simarmata dari unit Reskrim berjanji akan menjadwalkan penanganan secara restorative justice.
Lagi-lagi Corner menemukan kejanggalan sebab unsur yang memenuhi restorative justice tidak ditemukan dalam perkara, antara lain pihak kepolisian belum memeriksa pelaku atau menetapkan tersangka.
Anehnya lagi, pada kesempatan yang sama Erwin Syahputera mengaku akan berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) untuk menentukan titik koordinat penebangan kayu.
Padahal sebelumnya Erwin Syahputera dan Yoan Sinaga pada 6 April 2022 sudah memastikan koordinatnya berstatus APL.
Dialihkan ke Perdata
Pihak kepolisian dalam hal ini Satreskrim Toba menyarankan warga agar melapor ke PN Balige dengan alasan karena berkaitan dengan kepemilikan lahan.
Hal itu terungkap dalam pembicaraan Corner dengan Kasat Reskrim Polres Toba, Iptu Wilson Manahan Panjaitan didampingi staf di Polres Toba, pada 22 Agustus 2023.
“Aneh, jelas-jelas lahan dan kayu adalah milik warga Huta Tur dengan bukti yang ada, bukan masalah kepemilikan lahan. Ini kasus pidana murni. Pencurinya yang diproses, bukan penyerobotan yang perlu dibuktikan,” tukas Corner, mengutip penjelasan yang kemudian ia peroleh dari lingkungan PN Balige.
Pada 24 Agustus 2023, Erwin Syahputera melalui pesan WA memberi tahu Corner akan mengadakan pertemuan antara pelapor dengan terlapor dalam waktu seminggu ke depan.
“Rencana pertemuan dimaksud tidak ada tindak lanjutnya sampai perkara dihentikan, bahkan warga tidak dilibatkan dalam gelar perkara,” ungkap Corner.
Waswas
Bukan hanya kali ini pencurian kayu terjadi di tanah ulayat Huta Tur. Pada tahun 2008 kejadian serupa juga menimpa kayu pinus milik keluarga Muliater Hutapea.
Meski pencurian telah dilaporkan ke Polsek Laguboti, pencurian tetap dilakukan dengan cara intimidasi dan kekerasan.
Warga Huta Tur waswas aksi pencurian kayu di Huta Tur kembali terulang apabila tidak ada penegakan dan kepastian hukum.
“Selain kerugian materil dan immaterial warga khawatir terjadinya konflik atau benturan sosial yang tidak diinginkan,” kata Corner.
Mafia kayu mesti diberantas
Dalam suratnya, warga Huta Tur meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantu dan mengusut kasus tersebut sehingga hukum tegak berkeadilan.
Kepada Kapolri Jenderal Pol Listiyo Sigit Prabowo diminta tegas menindak aparat yang terlibat mafia, termasuk menurunkan Propam Mabes Polri karena penyelidikan tidak berjalan akuntabel dan transparan.
Ditambahkan agar polisi tidak serta merta mengalihkan kasus pidana pencurian kayu di APL ke perdata karena perkaranya bukan penyerobotan lahan; modus yang kerap dimanfaatkan sehingga mafia kayu terus merajalela.
Menkopolhukham, Prof Mahfud MD juga diminta menegakkan kepastian hukum termasuk membenahi carut marut hukum pidana pencurian kayu di APL.
Mestinya, menurut warga, apabila terjadi tindak pidana pencurian di APL khususnya di tanah ulayat atau tanah adat tidak serta merta memaksakan adanya sertifikat, tetapi juga mempertimbangkan pernyataan warga sebagai alas hak yang ditandatangani keturunan pewaris secara bertanggung jawab.
Kondisi inilah, menurut warga yang dijadikan celah mafia kayu bekerjasama dengan aparat hukum dan pemerintahan.
Selanjutnya, warga Huta Tur meminta Menteri LHK Siti Nurbaya menurunkan Tim Gakum Kementerian KLH atas terjadinya kejahatan kehutanan dan kerusakan lingkungan, karena terkait pidana kejahatan lingkungan.
(Antoni Antra Pardosi/***)