Oleh | Sutrisno Pangaribuan
PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memanggil menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wali Kota Medan, Bobby Afif Nasution (Banas), hadir di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta, Senin (06/11/2023).
Pemanggilan Banas tersebut berkaitan dengan pernyataan terbuka mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka. Padahal PDI-P, telah resmi mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD (GaMa) dalam konteks Pilpres 2024.
Ketua Bidang Kehormatan PDI-P, Komarudin Watubun memberikan waktu kepada Banas untuk menentukan sikapnya apakah masih ingin bersama PDIP atau tidak.
Komarudin mengatakan, Banas harus mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) PDI-P jika memilih bergabung dengan pendukung bakal pasangan lain diluar GaMa.
“Kita kasih tadi dua tiga hari ini, nanti dia (Banas) akan sampaikan,” kata Komarudin di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (6/11/2023).
Caleg Demokrat Elisabeth Simangunsong ziarah makam Radja Siantar di Nagahuta
Komarudin menegaskan, dengan mengembalikan KTA maka Banas resmi mundur dari keanggotaan PDIP.
Sementara itu, Ketua DPC PDI-P Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo (Rudy) menyatakan sudah tutup buku soal KTA Gibran.
“Sudah tutup buku. Persoalan tersebut sudah tutup buku,” kata Rudy usai mengikuti acara Kirab Budaya Memetri Bumi Ajidi Solo, Jawa Tengah, Senin (06/11/2023).
Rudy menyatakan bahwa pengembalian KTA merupakan kesadaran pribadi, namun PDIP tidak lagi memaksa Gibran.
“Hingga saat ini KTA belum dikembalikan. Akan tetapi, dikembalikan atau tidak silahkan. Pokoknya sudah tidak jadi masalah. Mas Gibran sudah sah tidak menjadi bagian dari PDI Perjuangan lagi sejak menjadi bacawapres untuk koalisi partai lain,” kata Rudy.
Caleg Golkar Dasa Sinaga serahkan bantuan ke GKPS Pardomuan Mardosniuhur
Siapa bermain sandiwara?
Jokowi menghadiri perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-59 Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (6/11/2023).
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan, akhir-akhir ini terlalu banyak drama sinetron yang mewarnai persiapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Saya melihat akhir-akhir ini yang kita lihat adalah, terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya, sinetron yang kita lihat,” ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, kontestasi Pilpres harus diisi dengan pertarungan gagasan dan ide.
“Bukan pertarungan perasaan. Kalau yang terjadi pertarungan perasaan, repot semua kita,” ujar Jokowi.
Jokowi seperti sedang menunjuk diri dan keluarganya yang ternyata ahli bersandiwara politik. Jokowi berhasil mengelabui PDI-P setelah mendapat seluruh keistimewaan bagi diri, anak, dan menantunya.
IPK Pematang Siantar ziarah makam Radja Siantar bersama Elisabeth Simangunsong
Saat Ganjar diumumkan sebagai bacapres PDI-P, Jokowi hadir. Demikian juga saat Rakernas IV PDI-P baru-baru ini, Jokowi masih mengatakan: “Sehingga sekali lagi saya sangat setuju apa yang tadi disampaikan oleh Ketua Umum, Bu Mega, semuanya setuju, dan lebih setuju lagi apa yang disampaikan calon presiden Pak Ganjar Pranowo, tadi saya bisik-bisik ke beliau, ‘Pak, nanti habis dilantik, besoknya langsung masuk kedaulatan pangan’, nggak usah lama-lama, perencanaannya disiapkan sekarang, begitu dilantik, besok langsung masuk ke kerja kedaulatan pangan, sehingga swasembada pangan, ketahanan pangan kedaulatan pangan itu betul-betul kita miliki,” ujar Jokowi.
Sandiwara politik sesungguhnya dimulai oleh Jokowi, hingga puncaknya mendorong putranya maju sebagai bakal cawapres.
Sementara PDI-P bereaksi karena “terlalu berharap” Jokowi tidak berubah. PDI-P salah dengan meyakini Jokowi akan patuh dan setia kepada PDI-P.
Sehingga reaksi dari para kader terhadap sandiwara Jokowi adalah reaksi biasa dari para kader yang terlanjur dan terlalu cinta. PDI-P tidak siap karena merasa telah memberikan segalanya, sehingga perasaan kader seperti marah, geram, kesal, tumpah ruah.
Namun politik harus berjalan terus, dan PDI-P tidak boleh berhenti meratapi kepergian para penghianat.
PDI-P move on, fokus menangkan GaMa!
Dalam politik semua hal bisa terjadi, cinta dan penghianatan itu hal biasa. Namun PDI-P harus segera move on, berjuang bersama rakyat meraih kemenangan.
PDI-P harus meyakini bahwa hanya dengan rakyatlah kemenangan sejati dapat diraih. PDI-P pernah berhasil memenangkan Pilpres (2014) saat mengusung capres orang biasa, Jokowi, meski tanpa dukungan dari kekuasaan.
Maka PDI-P pasti dapat memenangkan Ganjar- Mahfud dalam Pilpres meski tanpa dukungan dari kekuasaan. Sebab jika rakyat yakin dengan pasangan GaMa, dan percaya kepada PDI-P, maka kemenangan hattrick dapat diraih dengan gratis. Maka PDI-P dan GaMa hanya perlu membujuk dan meyakinkan rakyat.
PDI-P harus segera move on dari Jokowi dan keluarganya agar rakyat dapat menilai kemandirian dan kepercayaan diri PDI-P dan GaMa. Jokowi dan keluarganya adalah masa lalu, yang bukan jadi bagian dari masa depan PDI-P.
Saatnya berhenti memberi perlakuan istimewa kepada kader manapun, sebab setiap kali ada anak emas (diberi hak istimewa), maka kita akan mendapati anak tiri.
Perlakuan istimewa yang diberi selama ini kepada Jokowi dan keluarganya, membuat banyak kader menjadi anak tiri, sebagian lagi memilih pergi.
Penulis, Sutrisno Pangaribuan, kader PDI-P dan Presidium GaMa Centre