PASCA sidang mediasi yang gagal mencapai kesepakatan damai, Pengadilan Negeri Pematangsiantar menggelar kembali sidang dengan Nomor Register Perkara 73/Pdt.G/2023/PN Pematangsiantar, dengan agenda pembacaan gugatan, Rabu (18/10/2023).
Agenda pembacaan gugatan, dihadiri penggugat Robert Edison (RE) Siahaan didampingi penasehat hukum dari Sumut Whatch, Daulat Sihombing SH NH, dan dari pihak tergugat, hanya dihadiri tergugat II Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai tergugat III.
Sementara tergugat I Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjawab melalui email, sedangkan tergugat IV pemenang lelang tidak hadir.
Sidang gugatan yang dipimpin ketua majelis hakim Renni Pitua Ambarita SH dengan hakim anggota Nasfi Firdaus, dan Katharina, memberi kesempatan kepada kuasa penggugat untuk membacakan gugatan perkara.
Selesai pembacaan gugatan, Renni Pitua Ambarita memberikan kesempatan kepada para tergugat untuk menjawab terkait adanya 5 pokok penting yang dibacakan kuasa penggugat dengan waktu kurang lebih 1 minggu.
“Para tergugat silahkan menjawab dan wajib menjawab dan diberi waktu seminggu,” kata Renni Pitua Ambarita.
Berikut ini, adalah 5 poin penting dari surat gugatan yang disampaikan RE Siahaan melalui kuasa hukum Daulat Sihombing, yakni PERTAMA, para tergugat telah melakukan tindakan melanggar hukum, karena perintah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk merampas harta milik penggugat, yang sebenarnya telah tuntas proses hukumnya.
Apalagi hukuman pokok mau pun tambahan 12 tahun penjara telah dijalani penggugat.
KEDUA, barang sitaan bukanlah termasuk pada barang yang masih sedang berproses penyelidikan mau pun proses praperadilan dan bukan pada objek putusan pengadilan.
KETIGA, bahwa surat perintah perampasan tersebut berdasarkan pada kutipan pengadilan yang dirubah sehingga memberikan tafsir yang berbeda di antaranya penggugat selain menjalani hukuman 4 tahun, penggugat juga dikenakan pembayaran Rp7,7 miliar.
KEEMPAT, menurut penggugat, perampasan yang dilakukan KPK, tidak ada dasar hukumnya apalagi undang-undang mengenai perampasan masih bersifat wacana, dimana pemerintah sekarang ini, masih menawarkan wacana tersebut ke DPR RI dan hingga saat ini belum dibahas.
“Artinya tidak ada itu rampasan, karena Tipikor sendiri tidak mengenal dengan namanya rampasan, namun yang ada penyitaan,” kata Daulat Sihombing.
KELIMA, harga lelang Rp6,35 miliar tidak layak dan tidak patut, karna harga pasaran mencapai Rp14 miliar sampai Rp15 miliar, indikatornya dilihat dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Tahun 2023, di lokasi tersebut harga sudah berkisar Rp17 juta lebih per meter. (Ingot Simangunsong/***)