Oleh | Ingot Simangunsong
MAHKAMAH AGUNG mengabulkan uji materi yang disampaikan Indonesia Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta dua mantan pimpinan KPK yaitu Saut Situmorang dan Abraham Samad.
Kemudian, Mahkamah Agung memerintahkan kepada Ketua KPU RI untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023, perihal kemungkinan mantan terpidana korupsi maju lebih cepat menjadi calon anggota legislatif.
Dengan berpandangan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa, maka pidana tambahan berupa pencabutan hak politik merupakan penambahan efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi.
Atas dasar itu, seharusnya KPU menyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan tindak pidana korupsi yang dijatuhi pidana pokok dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Melegakan
Keputusan Mahkamah Agung tersebut, adalah penguatan komitmen negara, bahwa para mantan KORUPTOR di negeri ini, benar-benar sudah kehilangan hak politiknya.
Ketika pencabutan hak politik tersebut sudah ditetapkan, seyogianyalah seluruh pihak yang memiliki hak menjalankan kebijakan, menjadi patuh atau cakap dalam menerjemahkan sebuah keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Jika diberikan “tiket” bagi para mantan KORUPTOR untuk kembali berpolitik, sesungguhnya tidak dapat ditoleransikan bahwa mereka akan menjadi bagian dari komponen membangun bangsa dan negara.
Bagaimana teganya, kita biarkan para mantan KORUPTOR, yang sudah dihukum karena “merampok” uang negara, kembali turut serta mengelola atau mengawasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau APB-Daerah. Kemudian, kembali menikmati fasilitas negara.
(Sangat disesalkan bagaimana bisa para komisioner KPU memberikan ruang bagi para mantan KORUPTOR untuk masuk ke legislative/DPR-RI/Provinsi/Kabupaten/Kota).
Tetapi, begitu pun patutlah disyukuri, karena nasi belum sempat menjadi bubur, dan tahapan pencabutan pasal “nikmatnya para mantan KORUPTOR”, akan berjalan.
Keputusan Mahkamah Agung tersebut, sangat melegakan, karena rumah rakyat di DPR-RI, provinsi, kabupaten dan kota, tidak diwarnai kehadiran para mantan KORUPTOR.
Get out (caleg) MANTAN KORUPTOR
Satu kalimat yang patut ditorehkan atas keputusan Mahkamah Agung tersebut, adalah “Get out (caleg) MANTAN KORUPTOR.”
Setelah adanya keputusan Mahkamah Agung tersebut, maka tugas selanjutnya adalah bagaimana rakyat Indonesia yang memiliki HAK SUARA pada Pemilihan Legislatif (Pileg) nanti, harus memperketat pengawasan terhadap usulan caleg dari partai politik peserta Pileg.
Diharapkan, pada Pileg 2024, benar-benar bersih dari para mantan narapidana mau pun MANTAN KORUPTOR.
Rakyat dan elemen lembaga apa pun yang respect terhadap MANTAN KORUPTOR di pusaran Caleg, melakukan pengawasan atas kepatuhan KPU dalam mengeksekusi perintah Mahkamah Agung.
Yang jelas, KPU harus membersihkan ruang penCALEGan dari para MANTAN KORUPTOR. Kalimat tegasnya, ““Get out (caleg) MANTAN KORUPTOR.”
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi mediaonline segaris.co dan inisiator relawan Jurnalis Ganjar Pranowo